Sebuah
Opini untuk Berdiskusi
Berhitung adalah salah satu cabang dari matematika yang mempelajari
operasi penjumlahan, operasi pengurangan, operasi perkalian, dan operasi
pembagian. Sedangkan kemampuan berhitung adalah kemampuan yang memerlukan
penalaran dan keterampilan aljabar termasuk operasi hitung di dalamnya.
Memiliki kemampuan berhitung merupakan prasyarat untuk mempelajari metematika.
Kemampuan berhitung merupakan pondasi utama seorang anak untuk dapat
mempelajari matematika.
Selain
itu kemampuan berhitung merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam
kehidupan sehari-hari (life Skill), dapat dikatakan bahwa semua aktifitas
kehidupan manusia memerlukan kemampuan ini.
Patut
diketahui proses pengajaran berhitung sudah dimulai sejak dini sebelum anak
mengenyam pendidikan secara formal (prasekolah), umumnya orangtua mengenalkan
pelajaran berhitung kepada anak anaknya melalui sebuah lagu dengan visualisasi
jari mereka (lagu satu-satu aku sayang ibu). Saat itu anak belajar konsep
membilang. Selanjutnya di sekolah baik PAUD, TK anak-anak mulai diajarkan mengenal
konsep jumlah dan berhitung konkret melalui benda ataupun gambar. Lalu pada
saat sekolah dasar awal (kelas satu dan dua), anak mulai diajarkan konsep angka
sebagai penganti jumlah dalam berhitung.
Pada
saat itulah semua elemen pendidik berusaha menanamkan angka sebagai sebuah
nilai pengganti dari sebuah jumlah. pada masa ini mereka mulai belajar mengenal
angka, angka 2 untuk mengantikan 2 mangga dan 5 untuk mengantikan jumlah 5
mangga. Angka merupakan bentuk abstrak yang harus dipelajari anak didik untuk
menunjang kemampuan berhitungnya kelak.
Saya
memiliki pertanyaan mengelitik ketika anak yang sudah mengenal angka harus
kembali belajar berhitung dengan alat bantu (benda maupun anggota tubuh) dalam
berhitung dalam upaya meningkatkan kemampuannya dalam berhitung. Jika kita
sudah mengajarkan ANGKA pada siswa berarti kita sudah memberikan suatu bentuk
yang abstrak kepada otak mereka tentang jumlah.
Dengan
mengajarkan penggunaan alat sebagai media bantu dalam berhitung tentunya kita
membawa kembali bentuk yang abstrak ke bentuk nyata. Jika kita mau telaah
kembali, apakah yang dipelajari anak konsep jumlah atau hanya suatu simbol
lain. Bukankah Angka adalah symbol universal yang digunakan dalam berhitung dan matematika.
Artinya anak mempelajari beberapa simbol yang akhirnya dikonversi kembali
kedalam bentuk angka. Bukankah ini suatu langkah yang menghambat kemajuan siswa
pada akhirnya. Anak mempelajari dua bentuk simbol dalam berhitung
Matematika
sampai saat ini masih menjadi pelajaran yang sulit bagi sebagian besar anak.
Hal ini sesuai dengan Riset PISA tahun 2012, Indonesia menduduki peringkat ke
-64 dari 65 Negara dalam kemampuan matematika. Yang artinya hanya 1% anak
Indonesia memiliki kecakapan dalam Matematika.
Jika
kita mau mengkaji akar permasalahan mengapa anak sulit dalam mempelajari
matematika, Salah satu faktor utamanya adalah karena tidak memiliki kemampuan
dalam berhitung yang baik. Tanpa bermaksud menyalahkan siapapun ketika anak
yang telah lulus sekolah dasar tidak mampu menjawab langsung sebuah pertanyaan
8 + 7 atau 8 x 7 itu berapa ?
Mari
kita flash back bagaimana mengajaran berhitung selama ini ? Mungkin pertanyaan-pertanyaan
ini dapat mewakili mengapa anak sulit dalam mempelajari ilmu berhitung dari
segi aspek metode dan cara yang digunakan dalam proses pengajaran.
- Sudahkah anak merasa nyaman dalam mempelajari cara berhitung saat ini ?
- Apakah anak memiliki keyakinan akan setiap hasil yang telah ia hitung ?
- Apakah dalam berhitung otak merasa terbebani
- Apakah cara berhitung yang dipelajari sudah mudah dan menyenangkan?
Kita
adalah User dalam berhitung
Dalam
pengajaran berhitung selama ini kita hanya di ajarkan suatu cara berhitung
tanpa pernah bertanya mengapa ?
- Mengapa dalam berhitung kita harus memulainya dari belakang sedangkan kita membaca dan menuliskan suatu bilangan dari depan.
- Teori apakah yang melandasi cara tersebut sehingga kita harus mengajarkan dengan cara tersebut.
- Apakah ada cara lain dalam berhitung selain yang diajarkan di sekolah pada umumnya ?
Mari
kita kaji kembali dengan hati terbuka untuk menjawab pertanyan 1 dan 2. Jangan
kita katakan dari dulu memang sudah begitu atau Sudah dari Sono-nya dalam
menjawabnya. Selama ini dari Sekolah dasar hingga perguruan tinggi jika secara
jujur kita tidak pernah di beri alasan mengapa kita harus berhitung menggunakan
cara tersebut. Apalagi tahu akan teori yang melandasi cara berhitung tersebut.
Sungguh suatu yang fatal jika proses mengajarkan ilmu berhitung hanya berdasar
sebuah tradisi.
Cara
tersebut bagi sebagian kalangan matematikawan masih dianggap susah dalam proses
mempelajarinya. Sehingga mulai terdapat beberapa inovasi dalam cara berhitung.
Mulai dari yang menggunakan alat atau tanpa alat. Jika kita mau membuka halaman
google, kita akan dapatkan berbagai cara yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berhitung seperti Mental Math, Speed Math, Mental Aritmatik,
Trancerberg, Vedic ataupun kombinasi dari cara cara tersebut.
Tapi
sekali lagi ada suatu pertanyaan yang besar bagi saya. Mengapa? dan apa yang
mendasari cara tersebut sehingga anak harus mempelajarinya untuk meningkatkan
cara berhitung mereka selain Mudah, Gampang, Menyenagkan, Simpel dan
praktis. Dan mengapa cara tersebut jika
memang baik dan mudah mengapa sekolah sebagai tempat anak belajar tidak
menggunakannya sebagai pilihan dalam proses pengajaran.
Bukankah
gampang, menyenangkan, simple dan praktis adalah sebuah hasil dari proses otak
dalam berhitung. Sudahkah cara cara tersebut di kaji dari sisi cara kerja otak
dalam berhitung ?
Baiklah
sebelum saya menjelaskan metode yang akan saya perkenalkan. Lebih baik saya
menjelaskan dulu Penelitian Roger Wolcott Sperry tentang otak dan teori otak
dalam berhitung
Roger
Wolcott Sperry (Hartford, 20 Agustus 1913 - 17 April 1994) ialah seorang
neuropsikolog yang menemukan bahwa akal manusia terdiri atas 2 bagian. Ia
menemukan bahwa otak memiliki fungsi yang terspesialisasi di sisi kiri dan
kanan, dan kedua sisi itu dapat berfungsi praktis tanpa bergantung satu sama
lain. Karya Sperry membantu pemetaan otak dan membuka seluruh bidang masalah
psikologi dan filsafat. Sperry dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau
Kedokteran pada tahun 1981 bersama dengan David Hunter Hubel dan Torsten Nils
Wiesel. (sb : Wikipedia Indonesia)
Sebagai
hasil dari penelitian beliau kita mengenal tokoh-tokoh terkenal lainnya seperti
GADNER dengan Multiple Intelegent dan Tony Buzan dengan Mind Mappingnya. Semua penelitian
mereka mengacu akan hasil dari penelitian yang telah dilakukan Roger Wolcott
Sperry yang menjelaskan bahwa otak memiliki fungsi yang terspesialisasi di sisi
kiri dan kanan, dan kedua sisi itu dapat berfungsi praktis tanpa bergantung
satu sama lain.
Untuk
itu sebelum kita mempelajari suatu metode dalam berhitung adalah baik kita
mempelajari fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung.
Matematika
(berhitung), Menulis adalah bagian dari fungsi otak kiri dan cara bekerja otak
kiri adalah linear, teratur, urut (menangani hal satu persatu) berbeda sekali
dengan otak kanan yang berkerja secara acak tidak teratur, menangani hal banyak
sekaligus (global). Sehingga timbul suatu pertanyaan kembali?
- Apakah kita dalam mengajarkan berhitung sudah sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung?
- Apakah metode berhitung yang ada selama ini sudah sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung?
Sekedar
mengingatkan, kita pernah mendapatkan istilah Lima di jari satu di otak ketika
proses pembelajaran penjumlahan di masa kanak-kanak. Bukankah itu suatu bukti
bahwa otak tidak mampu menerima dua instruksi sekaligus dalam satu waktu.
Sehingga kita memerlukan bantuan jari dalam berhitung.
Cobalah
menjumlahkan 567 + 765 berapa dan 567 x 879 itu berapa? Lakukan cara tersebut
dengan menjumlah dan mengkali dari belakang. Apa yang otak anda rasakan saat
ini.
- Apakah otak anda merasa terbebani?
- Bagaimana jika pertanyaan tersebut diajukan kepada siswa didik kita kelas 3 dan mulai belajar perhitungan tersebut.
- Bagaimana tingkat keberhasilan mereka?
- Apakah otak mereka akan terbebani?
Ya perhitungan dari belakang selalu menyertakan dua instruksi atau
lebih ke dalam otak secara simultan.
Kita
saat ini selalu berangapan bahwa berhitung dan menulis adalah sesuatu yang berbeda
dan terpisahkan.
- Bukankah berhitung dan menulis merupakan kesatuan dari fungsi otak kiri?
- Bukankah Berhitung dan menulis memiliki cara kerja kerja yang sama ?
Cobalah
Menulis “Aku ingin belajar berhitung lagi” . kita dengan mudah menuliskannya
bukan. karena menulis kalimat tersebut tidak diperlukan kemampuan berpikir yang
dalam. Kita tahu harus memulai dengan menuliskan huruf apa, lalu diikuti huruf
apa hingga diakhiri dengan huruf apa untuk menjadi suatu kata, menguntai kata
demi kata menjadi suatu kalimat. Dalam menulis terjalin koordinasi otak dan
tangan, Otak memberikan instruksi secara simultan atau berkesinambungan huruf
apa saja yang harus dituliskan satu demi satu untuk menjadi sebuah kata. Dan
kita tahu tidak akan menuliskan huruf “K” sebelum menuliskan huruf “A” di awal
kalimat karena kita sudah tahu letak dan posisi huruf yang akan dituliskan
bukan? Otak sudah hapal semua bentuk huruf yang harus dituliskan dan memberikan
instruksi ke tangan untuk menuliskannya. Terkesan mudah bukan. Yah karena otak
sudah menyimpan semua bentuk huruf yang akan dituliskan.
Begitupun
kita dalam berhitung jika sudah hapal penjumlahan dan perkalian satu angka
dengan satu angka tentunya otak sudah menyimpan angka angka yang akan dihasilkan
dari penjumlahan dan perkalian tersebut tinggal bagaimana kita menuliskan
hasilnya dan menempatkan angka tersebut.
- Mengapa kita harus memisahkan antara berhitung dan menulis menjadi sesuatu hal yang berbeda?
- Mengapa kita tidak mencoba menjadikan kesatuan antara menulis dan berhitung?
Itulah
yang mendasari metode yang saat ini coba saya hadirkan “BERHITUNG SEPERTI
MENULIS”
Otak
tidak memerlukan kemampuan berpikir yang dalam ketika berhitung tanpa
memerlukan proses membayangkan (Visualisasi atau foto frame) cukup tulis dan
tulis. Sebuah jawaban terbentuk di akhir tulisan.
Bagaimanakah
proses berhitung yang sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak melalui Metode
Berhitung seperti Menulis ?
Dapaktkan
semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas dengan mengikuti kegiatan :