Saat ini banyak Sekolah Menengah Atas menetapkan standar tinggi dalam
hal penerimaan siswa baru. Nilai ujian nasional sebagai patokan diterima
atau tidaknya siswa tersebut.
Ketika seorang ibu berkata jika untuk SMA A untuk penerimaan lokal 36 sedangkan jalur UMUM 39. WooooW sebuah angka yang sangat besar sekali jika dilihat secara rata-rata kemampuan anak per mata pelajaran yang diujikan. Sembilan untuk jalur lokal dan 9,75 untuk jalur umum. Nilai tersebut dapat pula diartikan anak terssebut rata-rata hanya salah 4 untuk mata pelajaran Matematika, IPA dan bahasa Inggris (40 soal) atau 5 soal untuk bahasa Indonesia (50 soal) bahkan untuk jalur umum anak hanya bisa diterima jika kesalahan menjawab soal tidak boleh lebih dari 1 soal untuk setiap mata pelajaran yang di ujikan.
Saya sebagai produk Era 'Ini ibu Budi" (kurikulum 84). Pertanyaan saya saat ini adalah sedemikian pintarkah anak-anak saat ini sehingga sekolah mampu mendapatkan 280 siswa baru (jika satu kelas berisi min 40 siswa dan ada 7 kelas paralel) dengan kemampuan anaknya 9 atau lebih????. Jika saat dulu nilai UN 42 "EBTANAS" (enam mata pelajaran yang diujikan "tahun 92") dapat diterima disekolah Favorit 1) suatu sekolah di jalan kemanggisan Jakarta Barat. Artinya anak jaman dahulu hanya dengan memiliki kemampuan rata-rata 7 saja sudah dapat diterima di SMA tersebut. Dan hanya beberapa siswa saja yang memiliki nilai rata-rata 9 pada nilai NEM mereka (total nilai 54) dan bisa dipastikan anak tersebut sangat pintar. Terbukti setelah proses belajar berlangsung ia selalu langganan rangking 1 dan juara umum setiap tahunnya serta lulus dengan nilai Ebtanas murni 64 untuk 7 mata pelajaran (lebih dari 9 untuk rata-ratanya)
Bukannya saya iri dengan anak-anak saat ini. Tapi kemudahan yang mereka terima sebelum mereka mengikuti Ujian Nasional adalah sebagai pembeda mengapa mereka dengan mudahnya mendapatkan nilai "9"
Lalu apa hubungannya nilai 9 yang dapat mereka raih dengan tingkat penguasaan mereka terhadap mata pelajaran yang diujikan ?????
Ketika seorang ibu berkata jika untuk SMA A untuk penerimaan lokal 36 sedangkan jalur UMUM 39. WooooW sebuah angka yang sangat besar sekali jika dilihat secara rata-rata kemampuan anak per mata pelajaran yang diujikan. Sembilan untuk jalur lokal dan 9,75 untuk jalur umum. Nilai tersebut dapat pula diartikan anak terssebut rata-rata hanya salah 4 untuk mata pelajaran Matematika, IPA dan bahasa Inggris (40 soal) atau 5 soal untuk bahasa Indonesia (50 soal) bahkan untuk jalur umum anak hanya bisa diterima jika kesalahan menjawab soal tidak boleh lebih dari 1 soal untuk setiap mata pelajaran yang di ujikan.
Saya sebagai produk Era 'Ini ibu Budi" (kurikulum 84). Pertanyaan saya saat ini adalah sedemikian pintarkah anak-anak saat ini sehingga sekolah mampu mendapatkan 280 siswa baru (jika satu kelas berisi min 40 siswa dan ada 7 kelas paralel) dengan kemampuan anaknya 9 atau lebih????. Jika saat dulu nilai UN 42 "EBTANAS" (enam mata pelajaran yang diujikan "tahun 92") dapat diterima disekolah Favorit 1) suatu sekolah di jalan kemanggisan Jakarta Barat. Artinya anak jaman dahulu hanya dengan memiliki kemampuan rata-rata 7 saja sudah dapat diterima di SMA tersebut. Dan hanya beberapa siswa saja yang memiliki nilai rata-rata 9 pada nilai NEM mereka (total nilai 54) dan bisa dipastikan anak tersebut sangat pintar. Terbukti setelah proses belajar berlangsung ia selalu langganan rangking 1 dan juara umum setiap tahunnya serta lulus dengan nilai Ebtanas murni 64 untuk 7 mata pelajaran (lebih dari 9 untuk rata-ratanya)
Bukannya saya iri dengan anak-anak saat ini. Tapi kemudahan yang mereka terima sebelum mereka mengikuti Ujian Nasional adalah sebagai pembeda mengapa mereka dengan mudahnya mendapatkan nilai "9"
- Kisi- kisi UN sudah mereka ketahui dan dengan mudah diakses oleh guru maupun siswa. Sehingga baik guru maupun siswa dapat mengklasifikasi soal-soal apa saja yang harus di berikan atau dipelajari oleh siswa yang akan mengikuti ujian. bandingkan dengan jaman dulu, sebagian besar siswa hanya mengikuti kata hati, dengan mempelajari semua buku pelajaran dari kelas 1 hingga kelas 3, dengan harapan mudah-mudahan yang dipelajari nanti keluar dalam ujian.
- BNSP sudah membuatkan modul pengayaan setiap mata pelajaran yang diujikan. Terdapat tiga paket soal yang tentunya sudah sesuai dengan kisi-kisi dan SKL. Sehingga baik guru maupun siswa dapat memperkirakan soal-apa saja yang akan keluar (Sudah pasti keluar) paling beda angka saja. Bahkan beberapa soal UCUN diambil dari sana yang artinya memberikan kepastian tipe dan bentuk soal yang akan keluar. Bandingkan dengan jaman dulu, Pokoke baca aja tuh buku dari kelas satu sampai kelas 3sampai habis.
- Adanya UCUN (Uji Coba Ujian Nasional). Pelaksanaan UCUN I dan UCUN 2 akan memantapkan kembali bentuk dan type soal yang akan keluar dalam Ujian Nasional. Bandingkan dengan jaman dulu, Jika anak tersebut tidak ikut Try out yang diselenggarakan oleh Bimbel (Bimbel juga masih sedikit sekali jumlahnya) mereka sama sekali tidak memiliki gambaran tentang soal UN sama sekali selain mengacu dari UN tahun lalu.
- Pendalaman materi di sekolah. Tidak terlepas dari adanya kisi-kisi UN. guru matepelajaran yang diujikan dapat membuat soal untuk pendalaman materi sesuai kisi-kisi dan SKL. sehingga lebih terfokus materi apa dan soal seperti apa dengan tingkat kesulitan yang bagaimana yang harus diberikan dan dipelajari oleh siswa bagaimana jaman dulu, Masih ingat kata-kata (Pelajari aja 5 -10 tahun soal UN sebelumnya)
Lalu apa hubungannya nilai 9 yang dapat mereka raih dengan tingkat penguasaan mereka terhadap mata pelajaran yang diujikan ?????
PERTANYAAN BESAR YANG HARUS DIGARIS BAWAHI.
Maaf jika saya katakan belum tentu mereka yang dapat nilai 9 dalam UN berarti mereka pintar dan menguasai mata pelajaran yang di ujikan. Mereka hanya mampu menjawab 40 soal sesuai kisi -kisi dan SKL mata pelajaran yang di ujikan.
Jika saja soal UN berubah kisi-kisi dan SKLnya sehari sebelum Ujian dilaksanakan bisa dipastikan hanya beberapa anak saja dalam satu sekolah yang mendapatkan nilai rata-rata 9
Kemampuan anak baru akan terlihat dalam proses pembelajaran di sekolah, siswa mana yang benar-benar memiliki kemampuan 9 dan mana siswa yang hanya mendapatkan nilai 9.
Pelaksanaan UN seperti saat ini membuat semua praktisi pendidikan menciptakan anak berpenampilan 9 bagaimanapun caranya. Ibarat buah yang akan diseleksi untuk dijual hanya dilihat dari penampilan fisiknya. Pisang dilihat dari warnanya kuning artinya sudah matang dan lolos seleksi. Bagaimana yang belum memiliki kemampuan 9 (Pisang belum matang). Karbit saja sebentar juga kelihatan masak (Berwarna Kuning) dan lolos seleksi.
Itulah yang terjadi saat ini. Baik Sekolah dan bimbingan belajar menciptakan dan memberikan cara mudah, praktis, dan cepat dalam setiap menjawab soal sesuai dengan kisi-kisi dan SKL.
TAPI PINTARKAH ANAK TERSEBUT
Kembali di jawab BELUM TENTU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar