BERHITUNG TANPA BERPIKIR! Bisakah?
SEBUAH OPINI UNTUK DISKUSI KITA
Berhitung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Arti dari berhitung adalah: mengerjakan hitungan (menjumlahkan, mengurangi, dan sebagainya)
Sedangkan kemampuan berhitung adalah penguasaan terhadap ilmu hitung
dasar yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Pelajaran berhitung menjadi syarat untuk dapat belajar matematika. Tapi
didak semua orang harus bisa matematika. Seorang tukang bakso tidak
perlu mengetahui nilai sin 30 itu berapa ? tapi dia perlu tahu berapa
uang ia dapatkankan dari penjualan 30 porsi bakso yang ia jual.
Pengajaran berhitung sudah dimulai sejak dini sebelum anak mengenyam
pendidikan secara formal (prasekolah), umumnya orangtua mengenalkan
pelajaran berhitung kepada anak anaknya melalui sebuah lagu dengan
visualisasi jari mereka (lagu satu-satu aku sayang ibu). Selanjutnya
disekolah baik PAUD, TK dan Sekolah Dasar awal (kelas satu dan dua)
anak-anak mulai diajarkan angka dalam berhitung.
Pada saat itulah
semua elemen pendidik berusaha menanamkan angka sebagai sebuah nilai
pengganti dari sebuah jumlah. pada masa ini mereka mulai belajar
mengenal angka, angka 2 untuk mengantikan 2 mangga dan 5 untuk
mengantikan jumlah 5 mangga. Angka merupakan bentuk abstrak yang harus
dipelajari anak didik untuk menunjang kemampuan berhitungnya kelak.
Saya memiliki pertanyaan mengelitik ketika anak yang sudah mengenal
angka harus kembali belajar berhitung dengan alat bantu (benda maupun
anggota tubuh) dalam berhitung dalam upaya meningkatkan kemampuannya
dalam berhitung. Jika kita sudah mengajarkan ANGKA pada siswa berarti
kita sudah memberikasn suatu bentuk yang abstrak kepada otak mereka
tentang jumlah.
Dengan mengajarkan penggunaan alat sebagai media bantu
dalam berhitung tentunya kita membawa kembali bentuk yang abstrak ke
bentuk nyata. Bukankah ini suatu langkah yang menghambat kemajuan siswa
pada akhirnya.
Berbagai metode saat ini mengklaim sebagai cara
yang mumpuni dalam mengajarkan berhitung. Tapi sekali lagi ada suatu
pertanyaan yang besar bagi saya. Mengapa? dan apa yang mendasari cara
tersebut sehingga anak harus mempelajarinya untuk meningkatkan cara
berhitung mereka.
Saat ini dikenal metode berhitung jika kita mau
membuka halaman google, kita akan dapatkan berbagai cara yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan berhitung seperti Mental Math, Speed Math,
Mental Aritmatik, Trancerberg, Vedic bahkan di Indonesia sendiri ada
metode baru yang merupakan intisari dari cara tersebut dan telah sukses
membawa anak indonesia juara Olimpiade.
Semua cara yang di
ajarkan coba saya rangkum dan pelajari. Ada kelebihan dan ada pula
kekurangannya. Tapi jawaban atas mengapa kita harus mempelajarinya belum
saya temukan. Dan mengapa cara tersebut jika memang baik dan mudah
mengapa sekolah sebagai tempat anak belajar tidak menggunakannya sebagai
pilihan dalam proses pengajaran.
Baiklah sebelum saya
menjelaskan metode yang akan saya perkenalkan. Lebih baik saya
menjelaskan dulu Penelitian Roger Wolcott Sperry tentang otak dan teori
otak dalam berhitung
Roger Wolcott Sperry (Hartford, 20 Agustus
1913 - 17 April 1994) ialah seorang neuropsikolog yang menemukan bahwa
akal manusia terdiri atas 2 bagian. Ia menemukan bahwa otak memiliki
fungsi yang terspesialisasi di sisi kiri dan kanan, dan kedua sisi itu
dapat berfungsi praktis tanpa bergantung satu sama lain.
Karya Sperry
membantu pemetaan otak dan membuka seluruh bidang masalah psikologi dan
filsafat. Sperry dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau
Kedokteran pada tahun 1981 bersama dengan David Hunter Hubel dan Torsten
Nils Wiesel. (sb : Wikipedia Indonesia)
Sebagai hasil dari
penelitian beliau kita mengenal tokoh-tokoh terkenal lainnya seperti
GADNER dengan Multiple Intelegent dan Tony Buzan dengan Mind Mappingnya.
Semua penelitian mereka mengacu akan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan Roger Wolcott Sperry yang menjelaskan bahwa otak memiliki
fungsi yang terspesialisasi di sisi kiri dan kanan, dan kedua sisi itu
dapat berfungsi praktis tanpa bergantung satu sama lain.
Untuk
itu sebelum kita mempelajari suatu metode dalam berhitung adalah baik
kita mempelajari fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung.
Matematika (berhitung), Menulis adalah bagian dari fungsi otak kiri dan
cara bekerja otak kiri adalah linear, teratur, urut (menangani hal satu
persatu) berbeda sekali dengan otak kanan yang berkerja secara acak
tidak teratur, menangani hal banyak sekaligus (global).
Sehingga timbul
suatu pertanyaan ?
Apakah kita dalam mengajarkan berhitung sudah sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung?
Apakah metode berhitung yang ada selama ini sudah sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung?
Hampir pada kesimpulan setelah mempelajari cara mereka, saya mengatakan belum ?
Sekedar mengingatkan, kita pernah mendapatkan istilah Lima di jari satu
di otak ketika proses pembelajaran penjumlahan di masa kanak-kanak.
Bukankah itu suatu bukti bahwa otak tidak mampu menerima dua instruksi
sekaligus dalam satu waktu. Sehingga kita memerlukan bantuan jari dalam
berhitung.
Cobalah menjumlahkan 567+765 itu berapa dan 567 x 879
itu berapa? Lakukan cara tersebut dengan menjumlah dan mengkali dari
belakang. Apa yang otak anda rasakan saat ini. Apakah otak anda merasa
terbebani? Bagaimana jika pertanyaan tersebut diajukan kepada siswa
didik kita kelas 3 dan mulai belajar perhitungan tersebut. Bagaimana
tingkat keberhasilan mereka ?(kebetulan saya adalah orangtua murid dari
anak saya yang duduk di kelas 3 SD).
Otak mereka akan terbebani
bukan ? Ya perhitungan dari belakang selalu menyertakan dua instruksi
atau lebih ke dalam otak secara simultan.
Kita saat ini selalu
berangapan bahwa berhitung dan menulis adalah sesuatu yang berbeda dan
terpisahkan.
Bukankah berhitung dan menulis merupakan kesatuan dari
fungsi otak kiri?
Bukankah Berhitung dan menulis memiliki cara kerja kerja yang sama ?
Cobalah Menulis “Aku ingin belajar berhitung lagi” . kita dengan mudah
menuliskannya bukan. karena menulis kalimat tersebut tidak diperlukan
kemampuan berpikir yang dalam.
Kita tahu harus memulai dengan menuliskan
huruf apa, lalu diikuti huruf apa hingga diakhiri dengan huruf apa
untuk menjadi suatu kata, menguntai kata demi kata menjadi suatu
kalimat.
Dalam menulis terjalin koordinasi otak dan tangan, Otak
memberikan instruksi secara simultan atau berkesinambungan huruf apa
saja yang harus dituliskan satu demi satu untuk menjadi sebuah kata.Dan
kita tahu tidak akan menuliskan huruf “K” sebelum menuliskan huruf “A”
di awal kalimat karena kita sudah tahu letak dan posisi huruf yang akan
dituliskan bukan?
Otak sudah hapal semua bentuk huruf yang harus
dituliskan dan memberikan instruksi ke tangan untuk menuliskannya.
Terkesan mudah bukan. Yah karena otak sudah menyimpan semua bentuk huruf
yang akan dituliskan.
Begitupun kita dalam berhitung jika sudah
hapal penjumlahan dan perkalian satu angka dengan satu angka tentunya
otak sudah menyimpan angka angka yang akan dihasilkan dari penjumlahan
dan perkalian tersebut tinggal bagaimana kita menuliskan hasilnya dan
menempatkan angka tersebut.
Mengapa kita harus memisahkan antara berhitung dan menulis menjadi sesuatu hal yang berbeda?
Mengapa kita tidak mencoba menjadikan kesatuan antara menulis dan berhitung?
Itulah yang mendasari metode yang saat ini coba saya hadirkan “BERHITUNG SEPERTI MENULIS”
Otak tidak memerlukan kemampuan berpikir yang dalam ketika berhitung
tanpa memerlukan proses membayangkan (Visualisasi atau foto frame) cukup
tulis tulis dan selesai.
Berikut contoh penjumlahan dan perkalian dengan menggunakan Metode Berhitung Seperti Menulis.
“BERHITUNG SEPERTI MENULIS” merupakanpenggabungan dari beberapa cara
berhitung seperti : sistem perhitungan Vedic, system Trancerberg di
tambah Ilmu berhitung cepat (Mental Math karya Athur Benyamin) Speed
Math oleh Bill Handley. yang semuanya menggunakan system perhitungan
dari depan (kiri ke kanan). Saya mengkombinasikan model- model
perhitungan yang mereka lakukan sehingga di dapat metode pengajaran
berhitung yang telah disesuaikan dengan fungsi dan cara kerja otak dalam
berhitung sehingga menjadi lebih mudah, sederhana, cepat dan akurat
serta lebih mudah dicerna dan dipahami baik oleh anak maupun guru serta
orang tua yang mendampingi siswa dalam belajar.
Demikian opini saya mudah-mudahan bermanfaat bagi guru dan anak didik kita
nb : Perhatikan warna pada soal dan jawaban pada tiap alenia dan lingkaran untuk jawaban pada
alenia selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar