Testimoni Berhitung Seperti Menulis An- Nahl Balikpapan
Selasa, 23 Mei 2017
Mengajar penjumlahan 9
Cerita saat mengajar
Mempelajari metode jari dari kelas 2 sd sampai kelas 6, (kelas 9) belajar matematika dengan saya, ditanya 9 + 7 tidak bisa langsung jawab.
Tidak akan mencapai kemampuan abstrak selama masih berhitung jari
Terpaksa saya cut dulu pembelajaran matematika. Coba nak lupakan sejenak ilmu berhitung jari kamu coba perhatikan dan dengarkan saya.
8 - 1 berapa ?
7 dia jawab
7 - 1 berapa ?
6 dia jawab
4 - 1 berapa ?
3 dia jawab
9 + 7 berapa ?
Tidak menjawab
7 - 1 berapa
6 dijawab
9 + 7 = 16
Kuncinya setiap penjumlahan 9 berarti kurang 1 pada angka yang ditambahkan
9 + 8, dalam otak kamu 8 - 1, 7, jawab 17
9 + 4 berapa
3, 13 dia jawab
9 + 6 berapa ?
5, 15
Alhamdulillah anak tersebut tidak lagi berhitung jari.
Catatan
Anak tidak menemukan konsep dalam berhitung.
Mempelajari metode jari dari kelas 2 sd sampai kelas 6, (kelas 9) belajar matematika dengan saya, ditanya 9 + 7 tidak bisa langsung jawab.
Tidak akan mencapai kemampuan abstrak selama masih berhitung jari
Terpaksa saya cut dulu pembelajaran matematika. Coba nak lupakan sejenak ilmu berhitung jari kamu coba perhatikan dan dengarkan saya.
8 - 1 berapa ?
7 dia jawab
7 - 1 berapa ?
6 dia jawab
4 - 1 berapa ?
3 dia jawab
9 + 7 berapa ?
Tidak menjawab
7 - 1 berapa
6 dijawab
9 + 7 = 16
Kuncinya setiap penjumlahan 9 berarti kurang 1 pada angka yang ditambahkan
9 + 8, dalam otak kamu 8 - 1, 7, jawab 17
9 + 4 berapa
3, 13 dia jawab
9 + 6 berapa ?
5, 15
Alhamdulillah anak tersebut tidak lagi berhitung jari.
Catatan
Anak tidak menemukan konsep dalam berhitung.
Masih mau berhitung pake jari
Cara berhitung yang tidak tepat dan hanya sebatas persepsi tanpa panduan.
Belajar berhitung dasar itu tidak perlu lama.
Berikan konsep yang benar
Hitung maju dan hitung mundur adalah MAL PRAKTEK dalam pengajaran Berhitung di sekolah
https://www.facebook.com/supriyadisupray171/posts/1419783771401675
Cara berhitung yang tidak tepat dan hanya sebatas persepsi tanpa panduan.
Belajar berhitung dasar itu tidak perlu lama.
Berikan konsep yang benar
Hitung maju dan hitung mundur adalah MAL PRAKTEK dalam pengajaran Berhitung di sekolah
https://www.facebook.com/supriyadisupray171/posts/1419783771401675
Dampak mengajarkan hitung maju dan hitung mundur disekolah dasar
Paham dampak mengajarkan hitung maju dan hitung mundur
Kapan mengajarkan secara abstrak
Ini sudah kelas 3 SD masih mau menunggu. tunggu LULUS
Bukan pada kapasitasnya anak sekolah dasar di minta menemukan konsepnya sendiri dalam berhitung.
Sekolah Dasar harus tahu kemampuan apa yang harus dicapai dalam pembelajaran berhitung
Tahu yang akan jadi bakal bekal hidupnya kelak
Berhitung itu life skill.
Video bisa lihat di link facebook dibawah ini
https://www.facebook.com/supriyadisupray171/posts/1419783901401662
Kapan mengajarkan secara abstrak
Ini sudah kelas 3 SD masih mau menunggu. tunggu LULUS
Bukan pada kapasitasnya anak sekolah dasar di minta menemukan konsepnya sendiri dalam berhitung.
Sekolah Dasar harus tahu kemampuan apa yang harus dicapai dalam pembelajaran berhitung
Tahu yang akan jadi bakal bekal hidupnya kelak
Berhitung itu life skill.
Video bisa lihat di link facebook dibawah ini
https://www.facebook.com/supriyadisupray171/posts/1419783901401662
Kesalahan Pengajaran berhitung di sekolah Dasar
Kesalahan Pengajaran berhitung di sekolah Dasar
Seorang anak berusia 5 - 6 tahun ketika ditanya 1 + 1 itu berapa atau 2 + 1 hasilnya berapa ?
Umumnya Meraka akan langsung menjawab 2 untuk 1 + 1 dan 3 untuk 2 + 1.
Seorang anak berusia 5 - 6 tahun ketika ditanya 1 + 1 itu berapa atau 2 + 1 hasilnya berapa ?
Umumnya Meraka akan langsung menjawab 2 untuk 1 + 1 dan 3 untuk 2 + 1.
Tapi mengapa anak usia 10 tahun saat di tanya 9 + 7 atau 8 + 6, tidak mampu menjawab langsung pertanyaan tersebut.
Waktu 4 hingga 5 tahun adalah waktu yang tidak sebentar, jika hanya mengajarkan penjumlahan dasar satu digit angka + satu digit angka.
Anak memiliki kemampuan memory untuk mengingat penjumlahan 1 + 1 dan 2 + 1 tapi mengapa sebagian besar anak tidak mampu mengingat 9 + 7 atau 8 + 6.
Apakah ada proses yang sulit sehingga anak tidak mampu menjawabnya ?
Apakah waktu 4 sampai 5 tahun masih kurang untuk mengajarkan penjumlahan tersebut ?
Apakah ada kesalahan dalam proses penyampaian dalam pengajarannya ?
Apakah metode pengajaran yang digunakan tidak tepat ?
Kemampuan anak dalam berhitung dasar sangat ditunjang oleh kemampuan mengingat hasil dari penjumlahan dasar dalam menjumlah maupun pengurangan hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Medical university Los Angeles di tahun 2013 dimana kemampuan matematika dan berhitung sangat erat hubungannya dengan bagian otak yang bernama hippocampus, yaitu bagian otak yang berfungsi merubah memori jangka pendek menjadi jangka panjang.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan anak dalam berhitung harus dilatih memori peserta didik untuk dapat mengingat hasil dari perhitungan dasar mencakup Penjumlahan maupun pengurangan.
Untuk itu perlu kita meninjau kembali bagaimana proses berhitung selama ini di sekolah dasar?
Saat ini dalam penjumlahan maupun pengurangan dikenal istilah Hitung maju untuk Penjumlahan dan hitung mundur untuk pengurangan
Untuk menjawab 9 + 7, maka 9 di mulut 7 di jari lalu hitung maju 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16. Bilangan 16 adalah hasil dari penjumlahan tersebut.
Dan untuk menjawab 12 - 9, maka 12 di mulut 9 di jari lalu hitung mundur, 11, 10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, bilangan 3 adalah hasil dari pengurangan tersebut
Cara berhitung tersebut jika ditinjau kembali bukan sebagai bentuk untuk melatih ingatan anak dalam proses berhitung dasar tapi lebih cenderung sebagai bentuk keterampilan berhitung menggunakan jari, anak akan mampu mendapatkan hasil dari perhitungan dengan membuktikan secara konkret melalui jari.
Pembuktian secara konkret bukanlah sebagai cara yang tepat agar anak mencapai tingkat memori dalam berhitung atau di sebut kemampuan abstrak. Anak umumnya tidak akan memiliki keyakinan akan hasil perhitungan tersebut sebelum membuktikan secara langsung dengan berhitung secara konkret.
Bisa dikatakan hal tersebutlah yang menyebabkan anak membutuhkan waktu yang lama dalam berhitung dasar.
Sudah sepantasnya sebagai guru untuk merubah cara dalam mengajarkan berhitung. Karena dengan menggunakan Hitung maju dan hitung mundur akan berdampak kurangnya kemampuan dan teknik mengingat dalam berhitung.
Beberapa metode coba di hadirkan sebagai solusi tersebut. Kita mengenal beberapa bentuk metode pengajaran berhitung menggunakan jari dengan mengajarkan simbol jari tangan dalam Berhitungnya. Sayangnya metode tersebut memiliki simbol yang berbeda kesepakatannya dalam hal menentukan jumlah. Lima jari berdiri bukan berarti 5 bisa jadi itu 9. Perbedaan konsep antara orang tua pada akhirnya akan membuat gap antara anak dan orangtua bahkan guru di sekolah karena memiliki konsep yang berbeda.
Orang tua tidak bisa terlibat kembali di dalam proses pembelajaran berhitung.
Sayangnya beberapa orangtua tidak menyadari hal tersebut
Jika kita kembalikan apakah metode itu tepat atau tidak dalam mengajarkan berhitung. Selama anak masih menghitung dengan cara konkret tentunya kemampuan abstrak tidak akan pernah tercapai. Anak masih memerlukan pembuktian terus menerus dan parahnya simbol dalam berhitung yang tidak universal akan memperlama anak mencapai kemampuan abstrak. Anak akan belajar suatu simbol yang tidak universal untuk di ubah kembali kedalam simbol berupa angka.
Sebagai solusinya tentunya di perlukan suatu cara yang dapat melatih kemampuan berhitung yang dapat melatih kemampuannya dalam mengingat.
Waktu 4 hingga 5 tahun adalah waktu yang tidak sebentar, jika hanya mengajarkan penjumlahan dasar satu digit angka + satu digit angka.
Anak memiliki kemampuan memory untuk mengingat penjumlahan 1 + 1 dan 2 + 1 tapi mengapa sebagian besar anak tidak mampu mengingat 9 + 7 atau 8 + 6.
Apakah ada proses yang sulit sehingga anak tidak mampu menjawabnya ?
Apakah waktu 4 sampai 5 tahun masih kurang untuk mengajarkan penjumlahan tersebut ?
Apakah ada kesalahan dalam proses penyampaian dalam pengajarannya ?
Apakah metode pengajaran yang digunakan tidak tepat ?
Kemampuan anak dalam berhitung dasar sangat ditunjang oleh kemampuan mengingat hasil dari penjumlahan dasar dalam menjumlah maupun pengurangan hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Medical university Los Angeles di tahun 2013 dimana kemampuan matematika dan berhitung sangat erat hubungannya dengan bagian otak yang bernama hippocampus, yaitu bagian otak yang berfungsi merubah memori jangka pendek menjadi jangka panjang.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan anak dalam berhitung harus dilatih memori peserta didik untuk dapat mengingat hasil dari perhitungan dasar mencakup Penjumlahan maupun pengurangan.
Untuk itu perlu kita meninjau kembali bagaimana proses berhitung selama ini di sekolah dasar?
Saat ini dalam penjumlahan maupun pengurangan dikenal istilah Hitung maju untuk Penjumlahan dan hitung mundur untuk pengurangan
Untuk menjawab 9 + 7, maka 9 di mulut 7 di jari lalu hitung maju 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16. Bilangan 16 adalah hasil dari penjumlahan tersebut.
Dan untuk menjawab 12 - 9, maka 12 di mulut 9 di jari lalu hitung mundur, 11, 10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, bilangan 3 adalah hasil dari pengurangan tersebut
Cara berhitung tersebut jika ditinjau kembali bukan sebagai bentuk untuk melatih ingatan anak dalam proses berhitung dasar tapi lebih cenderung sebagai bentuk keterampilan berhitung menggunakan jari, anak akan mampu mendapatkan hasil dari perhitungan dengan membuktikan secara konkret melalui jari.
Pembuktian secara konkret bukanlah sebagai cara yang tepat agar anak mencapai tingkat memori dalam berhitung atau di sebut kemampuan abstrak. Anak umumnya tidak akan memiliki keyakinan akan hasil perhitungan tersebut sebelum membuktikan secara langsung dengan berhitung secara konkret.
Bisa dikatakan hal tersebutlah yang menyebabkan anak membutuhkan waktu yang lama dalam berhitung dasar.
Sudah sepantasnya sebagai guru untuk merubah cara dalam mengajarkan berhitung. Karena dengan menggunakan Hitung maju dan hitung mundur akan berdampak kurangnya kemampuan dan teknik mengingat dalam berhitung.
Beberapa metode coba di hadirkan sebagai solusi tersebut. Kita mengenal beberapa bentuk metode pengajaran berhitung menggunakan jari dengan mengajarkan simbol jari tangan dalam Berhitungnya. Sayangnya metode tersebut memiliki simbol yang berbeda kesepakatannya dalam hal menentukan jumlah. Lima jari berdiri bukan berarti 5 bisa jadi itu 9. Perbedaan konsep antara orang tua pada akhirnya akan membuat gap antara anak dan orangtua bahkan guru di sekolah karena memiliki konsep yang berbeda.
Orang tua tidak bisa terlibat kembali di dalam proses pembelajaran berhitung.
Sayangnya beberapa orangtua tidak menyadari hal tersebut
Jika kita kembalikan apakah metode itu tepat atau tidak dalam mengajarkan berhitung. Selama anak masih menghitung dengan cara konkret tentunya kemampuan abstrak tidak akan pernah tercapai. Anak masih memerlukan pembuktian terus menerus dan parahnya simbol dalam berhitung yang tidak universal akan memperlama anak mencapai kemampuan abstrak. Anak akan belajar suatu simbol yang tidak universal untuk di ubah kembali kedalam simbol berupa angka.
Sebagai solusinya tentunya di perlukan suatu cara yang dapat melatih kemampuan berhitung yang dapat melatih kemampuannya dalam mengingat.
Hitung maju dan hitung maju sebagai sebuah MAL PRAKTEK
Hitung maju dan hitung maju sebagai sebuah MAL PRAKTEK dalam proses pembelajaran berhitung di Sekolah Dasar
Mengapa di sebut sebagai sebuah MAL PRAKTEK ?
Jika cara tersebut adalah ilmu dalam proses pengajaran penjumlahan maka akan memiliki pedoman pembelajaran terumata buku panduan baik untuk guru maupun siswa.
Coba cek kembali di buku siswa adakah yang mengajarkan dengan cara tersebut.
Jika mau dibandingkan dengan pelajaran lain baik guru maupun siswa memiliki kesatuan akan pelajaran dan materi yang akan di ajarkan. Sebagai contoh tentang alat pernapasan makhluk hidup maka akan didapatkan kesamaan antara buku pegangan siswa maupun guru.
Masa sekolah dasar adalah masa peralihan berhitung dari konkret menuju abstrak. Proses berhitung secara konkret hanya sebagai pembuktian hasil dalam berhitung yang bertujuan memberi keyakinan bukan sebagai cara dalam berhitung
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah guru tidak mengajarkan anak berhitung secara abstrak tidak di kelas 1 2 3 . Sehingga anak tidak menemukan konsep saat berhitung. Terjadi pembiaran dalam proses belajar anak. Anak diharapkan menemukan konsepnya sendiri hanya dengan tugas dan latihan berhitung.
Kemampuan anak dalam berhitung sangat tergantung akan sejauh mana anak mencapai tingkat memory dalam berhitung dasar. Untuk itu perlu dilatih daya ingat mereka saat berhitung menggunakan logika sederhana. Bukan di latih keterampilan jari atau memindahkan manik-manik.
Ada hubungan yang sangat erat antara kemampuan berhitung dan matematika dengan hippocampus, yaitu bagian otak yang berfungsi merubah memori jangka pendek menjadi jangka panjang. Hasil penelitian medical university Los Angeles tahun 2013
Untuk itu dapat dikatakan HItung Maju, Hitung Mundur hanyalah sebuah persepsi dan bukan cara yang tepat di dalam mengajarkan berhitung di sekolah dasar. Sangat bertolak belakang dengan tujuan kemampuan yang seharusnya di capai dalam pembelajaran berhitung.
Sayangnya ini sudah menjadi budaya dalam pengajaran.
Keluh kesah sepulang mengajar
Mengapa di sebut sebagai sebuah MAL PRAKTEK ?
Jika cara tersebut adalah ilmu dalam proses pengajaran penjumlahan maka akan memiliki pedoman pembelajaran terumata buku panduan baik untuk guru maupun siswa.
Coba cek kembali di buku siswa adakah yang mengajarkan dengan cara tersebut.
Jika mau dibandingkan dengan pelajaran lain baik guru maupun siswa memiliki kesatuan akan pelajaran dan materi yang akan di ajarkan. Sebagai contoh tentang alat pernapasan makhluk hidup maka akan didapatkan kesamaan antara buku pegangan siswa maupun guru.
Masa sekolah dasar adalah masa peralihan berhitung dari konkret menuju abstrak. Proses berhitung secara konkret hanya sebagai pembuktian hasil dalam berhitung yang bertujuan memberi keyakinan bukan sebagai cara dalam berhitung
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah guru tidak mengajarkan anak berhitung secara abstrak tidak di kelas 1 2 3 . Sehingga anak tidak menemukan konsep saat berhitung. Terjadi pembiaran dalam proses belajar anak. Anak diharapkan menemukan konsepnya sendiri hanya dengan tugas dan latihan berhitung.
Kemampuan anak dalam berhitung sangat tergantung akan sejauh mana anak mencapai tingkat memory dalam berhitung dasar. Untuk itu perlu dilatih daya ingat mereka saat berhitung menggunakan logika sederhana. Bukan di latih keterampilan jari atau memindahkan manik-manik.
Ada hubungan yang sangat erat antara kemampuan berhitung dan matematika dengan hippocampus, yaitu bagian otak yang berfungsi merubah memori jangka pendek menjadi jangka panjang. Hasil penelitian medical university Los Angeles tahun 2013
Untuk itu dapat dikatakan HItung Maju, Hitung Mundur hanyalah sebuah persepsi dan bukan cara yang tepat di dalam mengajarkan berhitung di sekolah dasar. Sangat bertolak belakang dengan tujuan kemampuan yang seharusnya di capai dalam pembelajaran berhitung.
Sayangnya ini sudah menjadi budaya dalam pengajaran.
Keluh kesah sepulang mengajar
Membuat mudah dalam mengingat perkalian
Membuat mudah dalam mengingat perkalian
Mulai dengan memahami konsep pasangan bilangan
Mulai dengan memahami konsep pasangan bilangan
Perkalian 1
Perkalian 10
Perkalian 9
Perkalian 2
Sebelum mengajarkan perkalian 8 siswa harus sudah menguasai perkalian 2
Perkalian 8
Perkalian 3
Perkalian 7
Perkalian 5
Perkalian 4
Perkalian 6
Minggu, 08 Januari 2017
Salah konsep dalam berhitung
Jangan diam bertanyalah pada guru anak Anda .....
Jika anak Anda di ajarkan berhitung dengan cara HITUNG MAJU 9 + 7, sembilan dimulut 7 di jari, lalu hitung maju. Atau HITUNG MUNDUR pada proses pengurangan 12 - 9, 12 di mulut 9 di jari lalu hitung mundur.
Mengapa di ajarkan dengan cara tersebut ?
Sebuah persepsi yang membuat banyak anak tidak mampu berhitung abstrak.
Coba tengok kembali adakah penjelasan tersebut dalam buku paket anak Anda.
Berhitung abstrak sudah harus di mulai saat berhitung 11 - 20. (Kelas 1 Sem 2). Masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak.
Proses pembiaran umumnya sering terjadi, anak tetap dalam kemampuan berhitung konkret karena mereka tidak pernah diajarkan berhitung secara abstrak.
Kemampuan dan pengetahuan berhitung 1 - 10 dan logika sederhana tidak digunakan dalam prosesnya.
Sudah seharusnya anak dilatih berhitung mengunakan logika sederhana jika 9 + 7 berarti ambil satu dari 7 agar melengkapi 9 untuk menjadi 10 lalu jumlahkan. 6 + 10 = 16.
Anak cukup dilatih jika penjumlahan 9 berarti kurang 1 untuk angka yang ditambahkan. Lalu tambahkan 10. Dengan kata lain anak cukup mengingat dalam kepala mereka KURANG SATU untuk penjumlahan 9, lalu diucapkan dengan menambahkan kata BELAS.
Catatan kecil
Tidak akan pernah dicapai kemampuan berhitung abstrak selama masih berhitung konkret.
#pedulipendidikansekolahdasar
#berhitungdengankonsep
Jika anak Anda di ajarkan berhitung dengan cara HITUNG MAJU 9 + 7, sembilan dimulut 7 di jari, lalu hitung maju. Atau HITUNG MUNDUR pada proses pengurangan 12 - 9, 12 di mulut 9 di jari lalu hitung mundur.
Mengapa di ajarkan dengan cara tersebut ?
Sebuah persepsi yang membuat banyak anak tidak mampu berhitung abstrak.
Coba tengok kembali adakah penjelasan tersebut dalam buku paket anak Anda.
Berhitung abstrak sudah harus di mulai saat berhitung 11 - 20. (Kelas 1 Sem 2). Masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak.
Proses pembiaran umumnya sering terjadi, anak tetap dalam kemampuan berhitung konkret karena mereka tidak pernah diajarkan berhitung secara abstrak.
Kemampuan dan pengetahuan berhitung 1 - 10 dan logika sederhana tidak digunakan dalam prosesnya.
Sudah seharusnya anak dilatih berhitung mengunakan logika sederhana jika 9 + 7 berarti ambil satu dari 7 agar melengkapi 9 untuk menjadi 10 lalu jumlahkan. 6 + 10 = 16.
Anak cukup dilatih jika penjumlahan 9 berarti kurang 1 untuk angka yang ditambahkan. Lalu tambahkan 10. Dengan kata lain anak cukup mengingat dalam kepala mereka KURANG SATU untuk penjumlahan 9, lalu diucapkan dengan menambahkan kata BELAS.
Catatan kecil
Tidak akan pernah dicapai kemampuan berhitung abstrak selama masih berhitung konkret.
#pedulipendidikansekolahdasar
#berhitungdengankonsep
Rabu, 04 Januari 2017
Hanya sebuah cara dalam berhitung bukan ilmu berhitung
Cara berhitung tanpa ilmu
Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan yang didapat secara ilmiah, atau bisa di sebutkan bagian dari pengetahuan
.
Menurut W. Atmojo (1998:324) ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (Pengetahuan) itu.
Sedangkan menurut Sumarna (2006: 153), ilmu dihasilkan dari pengetahuan ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris).
Cara berhitung dalam perkalian bersusun konvensional yang selama ini kita pelajari dan gunakan selama ini belum dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu. Perkalian bersusun konvensional hanya berupa langkah-langkah proses untuk mendapatkan hasil suatu perhitungan perkalian. Tetapi pengetahuan ilmiah yang melandasi cara penyusunan langkah-langkah tersebut disusun tidak pernah di ungkapkan.
Tentunya kita tidak dapat mengatakan cara tersebut sebagai cara yang benar apalagi untuk mengkaji secara ilmiah untuk menguji kebenarannya Karana tidak adanya pengetahuan mengapa proses penyusunannya seperti itu.
Hanya sebuah cara dalam berhitung bukan ilmu dalam berhitung
Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan yang didapat secara ilmiah, atau bisa di sebutkan bagian dari pengetahuan
.
Menurut W. Atmojo (1998:324) ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (Pengetahuan) itu.
Sedangkan menurut Sumarna (2006: 153), ilmu dihasilkan dari pengetahuan ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris).
Cara berhitung dalam perkalian bersusun konvensional yang selama ini kita pelajari dan gunakan selama ini belum dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu. Perkalian bersusun konvensional hanya berupa langkah-langkah proses untuk mendapatkan hasil suatu perhitungan perkalian. Tetapi pengetahuan ilmiah yang melandasi cara penyusunan langkah-langkah tersebut disusun tidak pernah di ungkapkan.
Tentunya kita tidak dapat mengatakan cara tersebut sebagai cara yang benar apalagi untuk mengkaji secara ilmiah untuk menguji kebenarannya Karana tidak adanya pengetahuan mengapa proses penyusunannya seperti itu.
Hanya sebuah cara dalam berhitung bukan ilmu dalam berhitung
Masa sekolah dasar adalah masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak
Masa sekolah dasar adalah masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak
Banyaknya siswa sekolah dasar yang mengalami kesulitan dalam berhitung dasar baik penjumlahan pengurangan dan perkalian lebih banyak disebabkan guru menggunakan cara yang seharusnya diterapkan di PAUD dan TK juga di gunakan secara berkelanjutan di sekolah dasar.
Paud dan TK adalah masa anak berhitung konkret melalui benda nyata yang dapat dilihat dan di sentuh, anak belajar mulai dari proses membilang, korespondensi satu-satu hingga membilang sebagian. Mulai dari pra operasional konkret hingga konkret.
Sayangnya banyak guru di sekolah dasar tidak memahami masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak dengan tetap mengajarkan berhitung secara konkret di sekolah dasar, anak belajar berhitung penjumlahan dengan cara menghitung maju sebagian dan menghitung mundur sebagian.
Kemampuan anak tidak akan pernah tercapai untuk mampu berhitung secara abstrak jika tetap melatih dengan cara-cara tersebut. Anak tidak akan pernah merasa yakin akan hasil yang ia hitung apabila tidak menggunakan jarinya dalam menghitung.
Di sekolah dasar sebaiknya anak mulai di ajarkan logika sederhana dalam berhitung ketika anak telah mampu berhitung konkret 1- 10. Pada pengajaran berhitung 11 - 20 anak mulai diajarkan menggunakan pasangan bilangan 10 (basis 10)
Saat menjumlahkan 9 + 6, setiap angka yang ditambahkan dengan angka 9 berarti dikurangkan 1, (6 - 1), 5 lalu ditambahkan dengan 10 (9 + 1). Hasilnya 15. Bukan dengan menerapkan cara hitung maju sebagian secara berkelanjutan 9 dimulut 6 dijari, lalu hitung maju.
Banyaknya ketidak pahaman guru di masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak adalah dengan tetap nya guru mengajarkan perkalian secara konkret menggunakan jari.
Ketidak Tahuan ini telah menyebabkan banyak anak yang tidak mampu berhitung dasar secara abstrak.
Lulus sekolah dasar, ketika ditanya 9 + 6 atau 9 x 6. Tidak mampu menjawab langsung sebelum menghitung jari.
KEMAMPUAN BERHITUNG ABSTRAK HANYA DAPAT DICAPAI dengan MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN LOGIKA dan BUKAN DENGAN KETERAMPILAN BERHITUNG JARI
Banyaknya siswa sekolah dasar yang mengalami kesulitan dalam berhitung dasar baik penjumlahan pengurangan dan perkalian lebih banyak disebabkan guru menggunakan cara yang seharusnya diterapkan di PAUD dan TK juga di gunakan secara berkelanjutan di sekolah dasar.
Paud dan TK adalah masa anak berhitung konkret melalui benda nyata yang dapat dilihat dan di sentuh, anak belajar mulai dari proses membilang, korespondensi satu-satu hingga membilang sebagian. Mulai dari pra operasional konkret hingga konkret.
Sayangnya banyak guru di sekolah dasar tidak memahami masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak dengan tetap mengajarkan berhitung secara konkret di sekolah dasar, anak belajar berhitung penjumlahan dengan cara menghitung maju sebagian dan menghitung mundur sebagian.
Kemampuan anak tidak akan pernah tercapai untuk mampu berhitung secara abstrak jika tetap melatih dengan cara-cara tersebut. Anak tidak akan pernah merasa yakin akan hasil yang ia hitung apabila tidak menggunakan jarinya dalam menghitung.
Di sekolah dasar sebaiknya anak mulai di ajarkan logika sederhana dalam berhitung ketika anak telah mampu berhitung konkret 1- 10. Pada pengajaran berhitung 11 - 20 anak mulai diajarkan menggunakan pasangan bilangan 10 (basis 10)
Saat menjumlahkan 9 + 6, setiap angka yang ditambahkan dengan angka 9 berarti dikurangkan 1, (6 - 1), 5 lalu ditambahkan dengan 10 (9 + 1). Hasilnya 15. Bukan dengan menerapkan cara hitung maju sebagian secara berkelanjutan 9 dimulut 6 dijari, lalu hitung maju.
Banyaknya ketidak pahaman guru di masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak adalah dengan tetap nya guru mengajarkan perkalian secara konkret menggunakan jari.
Ketidak Tahuan ini telah menyebabkan banyak anak yang tidak mampu berhitung dasar secara abstrak.
Lulus sekolah dasar, ketika ditanya 9 + 6 atau 9 x 6. Tidak mampu menjawab langsung sebelum menghitung jari.
KEMAMPUAN BERHITUNG ABSTRAK HANYA DAPAT DICAPAI dengan MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN LOGIKA dan BUKAN DENGAN KETERAMPILAN BERHITUNG JARI
Dalam berhitung selama ini baru benar hasilnya belum benar caranya.
Masih percaya kalau cara berhitung kita selama ini sudah benar ????
Pastikan Anda dapat menghitung 56835 x 85369 tanpa merasa otak Anda terbebani.
Untuk mendapatkan hasilnya saja sudah pusing, cek benar atau salah harus hitung ulang. Dua kali pusing dong.
HAPAL HURUF NULIS LANCAR
HAPAL PERKALIAN dan PENJUMLAHAN berhitung kok TIDAK LANCAR
Tulisan benar ceknya cukup bisa dibaca atau tidak
Berhitung benar atau salah, ceknya harus ngitung ulang
Hadeuh salah saha .....
Siapa yang buat aturan dalam berhitung, atau penggunanya yang tidak pernah sadar kalau cara berhitung selama ini salah
Atau masih saja mau di kibulin dengan rumus Berhitung GAZEBO (nga zelas bo). Yang hanya untuk perkalian angka tertentu saja. (Baca : speed math lazymath.com ). Aturan khusus untuk angka tertentu, beda angka beda lagi aturannya
Atau pola pola aneh yang tidak konsisten yang bisa bikin pusing. (Baca : perkalian bintang)
Mari Kaji ulang cara berhitung kita.
Dalam berhitung selama ini baru benar hasilnya belum benar caranya.
Pastikan Anda dapat menghitung 56835 x 85369 tanpa merasa otak Anda terbebani.
Untuk mendapatkan hasilnya saja sudah pusing, cek benar atau salah harus hitung ulang. Dua kali pusing dong.
HAPAL HURUF NULIS LANCAR
HAPAL PERKALIAN dan PENJUMLAHAN berhitung kok TIDAK LANCAR
Tulisan benar ceknya cukup bisa dibaca atau tidak
Berhitung benar atau salah, ceknya harus ngitung ulang
Hadeuh salah saha .....
Siapa yang buat aturan dalam berhitung, atau penggunanya yang tidak pernah sadar kalau cara berhitung selama ini salah
Atau masih saja mau di kibulin dengan rumus Berhitung GAZEBO (nga zelas bo). Yang hanya untuk perkalian angka tertentu saja. (Baca : speed math lazymath.com ). Aturan khusus untuk angka tertentu, beda angka beda lagi aturannya
Atau pola pola aneh yang tidak konsisten yang bisa bikin pusing. (Baca : perkalian bintang)
Mari Kaji ulang cara berhitung kita.
Dalam berhitung selama ini baru benar hasilnya belum benar caranya.
Mengajar berhitung di masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak
Mengajar berhitung di masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak
Penting bagi orangtua dan guru untuk mengetahui apa itu masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak. Pada saat anak telah memiliki kemampuan berhitung secara konkret baik secara korespondensi satu-satu (membilang dengan menyentuh/menunjuk bendanya satu persatu) ataupun dengan membilang sebagian dalam proses berhitung 1 - 10. Itulah masa berhitung konkret berakhir dan dimulainya masa berhitung secara abstrak.
Bagaimana cara mengajarkan cara berhitung pada masa peralihan agar anak dapat mencapai kemampuan berhitung abstrak?
Beberapa cara mengajarkan berhitung pada masa peralihan :
1. Menjadikan anak sebagai menghapal
Cara ini lebih banyak diterapkan dalam sistem pengajaran sebelum tahun 1990, anak diminta untuk menghapal hasil-hasil perhitungan bilangan. Cara ini umumnya disertai reward dan punishment. Hadiah berupa nilai yang baik bagi yang hapal dan hukuman bagi yang tidak hapal.
Saya merupakan produk zaman tersebut dan masih tahu bagaimana rasanya berdiri satu kaki karena tidak hapal perkalian.
Motivasi mempelajari cara cara berhitung adalah agar tidak sampai dihukum dan berdiri di depan kelas. Istilah sampai mulut berbusa ketika berlatih menghapal.
Cara ini sekarang tidak lagi diterapkan, hal ini dianggap pelanggaran HAM bagi anak, karena merupakan bully dengan mempermalukan siswa yang tidak hapal. Walaupun dapat juga menjadi kebanggaan bagi siswa yang hapal.
2. Menggunakan alat bantu berhitung
Cara ini adalah upaya tetap mengajarkan anak dengan tetap berhitung secara konkret dalam berhitung. Cara berhitung menggunakan jari dan manik manik mulai mengajarkan simbol dan aturan dalam proses Berhitungnya. Lima jari terbuka bukan berarti berjumlah 5 bisa juga itu artinya 9, hal ini tergantung dari metode jari yang digunakan. 5 manik dalam satu baris dapat memiliki nilai jumlah 1 sampai 9, hal ini perlu dilihat dari bentuk susunan manik tersebut.
Dalam prosesnya anak tetap dilatih berhitung sebagian dalam menjumlahkan dan proses pengurangan, sedangkan dalam operasi perkalian merupakan proses aljabar yang dikonkretkan
Membiarkan anak tetap berada pada kemampuan konkret. Anak tidak pernah merasa yakin akan hasil perhitungan sebelum menggunakan jari atau manik manik dalam berhitung
Hal ini tentunya sangat bertentangan dalam usaha mencapai kemampuan abstrak pada anak dalam berhitung
KEMAMPUAN ABSTRAK TIDAK AKAN DI DAPAT DENGAN MELATIH SECARA KONKRET
3. Pembiasaan latihan soal
Memberikan soal soal berhitung secara kontinyu setiap hari atau PR BERHITUNG TIAP HARI diupayakan anak hapal perhitungan dasar karena sudah terbiasa.
Cara ini bisa saja diterapkan bagi anak yang suka pelajaran berhitung tetapi dapat juga menjadi trauma psikis terhadap pelajaran tersebut bagi anak yang tidak mampu.
Dalam latihan terjadi proses pembiasaan yang berharap anak dapat menemukan konsepnya sendiri untuk berhitung yang lebih mudah menurut pandangan si anak.
4. Menggunakan logika sederhana
Mengajarkan berhitung untuk mendapatkan hasil proses perhitungan dengan melibatkan kemampuan yang telah dimiliki anak sebelumnya serta melatih logika dalam proses penyelesaian berhitungnya. Teknik mengingat secara abstrak menjadi pusat untuk mengembangkan kemampuan berhitung abstrak. Penelitian medical university Los Angeles mengatakan :. Kemampuan berhitung dan matematika akan di dapat dengan melatih kemampuan mengingatnya
Dari keempat cara tersebut, maka kita harus dapat menentukan secara bijak mana yang akan kita pilih dalam mengajarkan cara berhitung pada masa peralihan agar tercapai kemampuan berhitung abstrak pada anak.
Penting bagi orangtua dan guru untuk mengetahui apa itu masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak. Pada saat anak telah memiliki kemampuan berhitung secara konkret baik secara korespondensi satu-satu (membilang dengan menyentuh/menunjuk bendanya satu persatu) ataupun dengan membilang sebagian dalam proses berhitung 1 - 10. Itulah masa berhitung konkret berakhir dan dimulainya masa berhitung secara abstrak.
Bagaimana cara mengajarkan cara berhitung pada masa peralihan agar anak dapat mencapai kemampuan berhitung abstrak?
Beberapa cara mengajarkan berhitung pada masa peralihan :
1. Menjadikan anak sebagai menghapal
Cara ini lebih banyak diterapkan dalam sistem pengajaran sebelum tahun 1990, anak diminta untuk menghapal hasil-hasil perhitungan bilangan. Cara ini umumnya disertai reward dan punishment. Hadiah berupa nilai yang baik bagi yang hapal dan hukuman bagi yang tidak hapal.
Saya merupakan produk zaman tersebut dan masih tahu bagaimana rasanya berdiri satu kaki karena tidak hapal perkalian.
Motivasi mempelajari cara cara berhitung adalah agar tidak sampai dihukum dan berdiri di depan kelas. Istilah sampai mulut berbusa ketika berlatih menghapal.
Cara ini sekarang tidak lagi diterapkan, hal ini dianggap pelanggaran HAM bagi anak, karena merupakan bully dengan mempermalukan siswa yang tidak hapal. Walaupun dapat juga menjadi kebanggaan bagi siswa yang hapal.
2. Menggunakan alat bantu berhitung
Cara ini adalah upaya tetap mengajarkan anak dengan tetap berhitung secara konkret dalam berhitung. Cara berhitung menggunakan jari dan manik manik mulai mengajarkan simbol dan aturan dalam proses Berhitungnya. Lima jari terbuka bukan berarti berjumlah 5 bisa juga itu artinya 9, hal ini tergantung dari metode jari yang digunakan. 5 manik dalam satu baris dapat memiliki nilai jumlah 1 sampai 9, hal ini perlu dilihat dari bentuk susunan manik tersebut.
Dalam prosesnya anak tetap dilatih berhitung sebagian dalam menjumlahkan dan proses pengurangan, sedangkan dalam operasi perkalian merupakan proses aljabar yang dikonkretkan
Membiarkan anak tetap berada pada kemampuan konkret. Anak tidak pernah merasa yakin akan hasil perhitungan sebelum menggunakan jari atau manik manik dalam berhitung
Hal ini tentunya sangat bertentangan dalam usaha mencapai kemampuan abstrak pada anak dalam berhitung
KEMAMPUAN ABSTRAK TIDAK AKAN DI DAPAT DENGAN MELATIH SECARA KONKRET
3. Pembiasaan latihan soal
Memberikan soal soal berhitung secara kontinyu setiap hari atau PR BERHITUNG TIAP HARI diupayakan anak hapal perhitungan dasar karena sudah terbiasa.
Cara ini bisa saja diterapkan bagi anak yang suka pelajaran berhitung tetapi dapat juga menjadi trauma psikis terhadap pelajaran tersebut bagi anak yang tidak mampu.
Dalam latihan terjadi proses pembiasaan yang berharap anak dapat menemukan konsepnya sendiri untuk berhitung yang lebih mudah menurut pandangan si anak.
4. Menggunakan logika sederhana
Mengajarkan berhitung untuk mendapatkan hasil proses perhitungan dengan melibatkan kemampuan yang telah dimiliki anak sebelumnya serta melatih logika dalam proses penyelesaian berhitungnya. Teknik mengingat secara abstrak menjadi pusat untuk mengembangkan kemampuan berhitung abstrak. Penelitian medical university Los Angeles mengatakan :. Kemampuan berhitung dan matematika akan di dapat dengan melatih kemampuan mengingatnya
Dari keempat cara tersebut, maka kita harus dapat menentukan secara bijak mana yang akan kita pilih dalam mengajarkan cara berhitung pada masa peralihan agar tercapai kemampuan berhitung abstrak pada anak.
Mengenal masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak
Mengenal masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak
Sebelumnya kita harus memahami beberapa tahapan kemampuan berhitung pada anak yang meliputi:
Berdasarkan penelitian Steffe.et.al, Wright, Martland, Stafford (2006) mengajukan teori tentang tahap-tahap perkembangan kemampuan berhitung awal pada anak, sebagai berikut:
– Tahap Emergent : pada tahap ini anak belum mampu untuk menghitung banyaknya benda meskipun benda itu terlihat dengan jelas. Anak mungkin belum mampu untuk menyebut nama-nama bilangan dengan benar atau belum mampu untuk melakukan korespondensi satu persatu antara benda yang dihitung dengan nama-nama bilangannya
– Tahap Perceptual: pada tahap ini anak sudah mampu untuk menghitung banyaknya benda apabila benda tersebut terlihat secara nyata, apabila benda itu tidak nampak maka dia tidak akan mampu untuk menghitungnya. Sebagai contoh ketika di sajikan 4 manik merah, kemudian ditambahkan 3 manik biru dan anak diminta untuk menghitung jumlah manik keseluruhan, anak tersebut mampu menghitung dengan benar. Namun ketika manik-manik ditutup dengan kertas, anak tidak mampu menghitungnya.
– Tahap Figurative: pada tahap ini anak sudah mampu menghitung benda-benda, meskipun benda-benda tersebut tidak terlihat. Anak sudah mampu membayangkan atau menggunakan ‘pengganti’ seperti memakai jari-jari tangannya. Pada tahap ini anak biasanya menghitung mulai satu. Jadi ketika disajikan 4 manik merah dan 3 manik biru dan kemudian manik itu di tutup dengan kertas, anak dalam tahap figurative akan berhasil menghitung jumlahnya dengan benar : ‘satu..dua…tiga…empat….sampai tujuh’.
– Tahap Count on: Pada tahap ini anak mampu menghitung benda-benda yang tidak terlihat dan dalam menghitung mereka tidak memulai dari satu. Sebagai contoh dalam persoalan 4 manik merah dan 3 manik biru di atas, seorang anak di tahap ini akan menghitung dengan menyimpan 4 di otak, kemudian menghitung maju mulai: lima, enam, tujuh. Hasilnya tujuh
– Tahap Facile: Dalam tahap ini anak sudah menggunakan strategi-strategi yang tidak melibatkan menghitung satu persatu. Anak sudah mampu menggunakan strategi misalnya menghitung secara lompat, menghitung lewat bilangan 10, ataupun menggunakan sifat komutatif. Sebagai contoh ketika disajikan persoalan 7+5, anak dalam tingkat facile akan meghitung dengan menambahkan 3 pada 7, menjadi 10 dan menambahkannya dengan 2. [[rum]]
Sumber : Wright, R. J., Martland, J., & Stafford, A. K. (2006). Early numeracy: assesment for teaching and intervention. London: Paul Chapman Publishing/Sage
Secara garis besar anak usia 3 sampai 4 tahun berada pada tahapan emergent. Anak belajar berhitung secara konkret menggunakan benda yang dapat disentuh. Pada usia ini anak belajar membilang dengan menyebutkan urutan bilangan untuk setiap benda yang disentuh. Namun anak belum dapat mengartikan nilai dari suatu bilangan tersebut.
Masa prenceptual hingga count on yaitu usia 4 - 6 tahun. Usia saat anak berada pada jenjang PAUD dan TK. Masa ini disebut juga masa operasional konkret, anak belajar berhitung melalui setiap benda yang dapat dilihat dan disentuhnya. Anak dapat mempelajari berhitung menggunakan jari, manik-manik sebagai alat bantu hitung.
Penguasaan bilangan 1 sampai 10 merupakan pondasi untuk belajar tingkatan selanjutnya. Anak diharapkan mampu berhitung penjumlahan secara konkret pada bilangan tersebut. Mulai dari menghitung satu satu setiap benda yang akan di jumlahkan hingga mencapai kemampuan menghitung sebagian (cont on)
Masa sekolah dasar kelas satu kemampuan berhitung anak mulai memasuki masa peralihan konkret menuju abstrak baik untuk berhitung penjumlahan 1 hingga penjumlahan yang menghasilkan bilangan 10. Maupun pengurangan bilangan dibawah 10.
Kemampuan tersebut tentunya harus didukung oleh kemampuan berhitung konkret agar anak memperoleh keyakinan dari setiap bilangan yang dijumlahkan maupun dikurangkan. Dan bukan lagi masa berhitung secara konkret baik berhitung satu persatu maupun berhitung sebagian.
Anak yang telah memiliki kemampuan abstrak bilangan 1 sampai 10 secara mantap baru dapat melanjutkan kemampuan berhitung bilangan 11 - 20. Tentunya dengan mengunakan kemampuan operasi bilangan sebelumnya. Perlu diketahui pembuktian secara konkret langsung melalui benda dapat diberikan hanya sebatas bertujuan untuk memberikan kepastian hasil, bukan sebagai cara.
Pengetahuan dan pengalaman berhitung secara abstrak akan pasangan bilangan 10 dapat digunakan untuk melatih berhitung penjumlahan hingga 20.
Dimulai dari penjumlahan 10 +
10 + 1 =
10 + 2 =
10 + 3 =
Dst
Bentuk pola hasil penjumlahan 10+, memudahkan anak mencapai kemampuan abstrak.
Lalu dilajutkan kemampuan abstrak untuk penjumlahan 9 +, 8+, 7+, dan 6+
Pengetahuan pasangan bilangan 10 berperan penting dalam usaha mencapai kemampuan abstrak jumlah bilangan hingga 20
Dalam Mengajarkan penjumlahan 9 +, anak harus telah mencapai kemampuan abstrak pengurangan dengan bilangan 1
9 + 2 artinya ambil satu dari dua lalu tambahkan dengan 9, sehingga tampak 10 + 1
9 + 3 artinya ambil satu dari 3 lalu tambahkan dengan 9, sehingga tampak 10 + 2
Proses tersebut dilakukan secara konkret. Selanjutnya dapat dilakukan secara abstrak
9 + 4 ---> ( 4 - 1, 3, 10 + 3) proses abstrak mengingat pengurangan 1 dan penjumlahan 10. Sehingga anak dapat lebih mudah menghitungnya
9 + 5 ---> 5 - 1, empat, empat belas
Dan seterusnya
Pada penjumlahan 8 + berarti kurangkan dua dari angka yang ditambahkan
8 + 3 --> 3 - 2, satu, sebelas
8 + 4 --> 4 - 2, dua, dua belas
.....
.....
8 + 7 --> 7 - 2, lima, Lima belas
8 + 8 --> 8 - 2, enam, enam belas
penjumlahan 7 + berarti kurangkan 3 dari angka yang ditambahkan
7 + 4 --> 4 - 3, satu, sebelas
7 + 5 --> 5 - 3, dua, dua belas
.......
7 + 7 --> 7 - 3, empat, empat belas
Penjumlahan 6 + berarti kurangkan 4 dari angka yang di tambahkan
6 + 5 --> 5 - 4, satu, sebelas
6 + 6 --> 6 - 4, dua, dua belad
Kemampuan abstrak berhitung 1 sampai 20 (penjumlahan satu digit angka) diharapkan sudah terkuasai sebelum memasuki operasi hitung perkalian. Lebih baik mengulang kembali pengajaran penjumlahan 1 sd 20 jika anak belum menguasainya dibandingkan memaksakan untuk melanjutkan ke operasi hitung perkalian. Hal ini hanya membuat anak terbebani dalam pelajaran berhitung. Serta lebih buruknya menjadi trauma secara psikis terhadap pelajaran berhitung.
Begitu pun dalam operasi hitung perkalian. Kemampuan dasar abstrak penjumlahan harus dilibatkan baik secara konkret sebagai proses pembuktian awal maupun secara abstrak. Perkalian merupakan penjumlahan berulang.
Masa peralihan dari berhitung konkret menuju abstrak sangat perlu diketahui secara tepat. kapan anak mulai belajar secara abstrak dalam berhitung untuk mencapai kemampuan facile. Usia kematangan anak dalam belajar berhitung abstrak terdapat dalam rentang usia 7 - 9 tahun. Saat anak telah mampu berhitung secara konkret secara 1 - 10 baik dengan menghitung keseluruhan maupun dengan menghitung sebagian.
Secara jenjang usia sekolah masa memulai berhitung abstrak dimulai saat kelas 1 semester 2. Saat memulai berhitung 11 -20
Banyak guru tidak memahami masa tersebut. Untuk mencapai kemampuan facile tidak akan didapat dengan cara berhitung count on lagi.
Istilah hitung maju pada penjumlahan dan hitung mundur pada pengurangan tidak cocok lagi untuk mengajarkan bilangan lebih dari 10.
Latihan berhitung abstrak harus sudah dimulai dalam berhitung 11 - 20 bukan secara terus menerus melatih berhitung konkret. Teknik mengingat dan logika sederhana mutlak harus digunakan dalam proses penyajian pengajarannya. Sehingga tidak lagi tampak seperti keterampilan bermain manik manik ataupun jari dalam berhitung.
Begitu juga saat mengajarkan perkalian, penggunaan jari sudah tidak relevan lagi di dalam proses pengajarannya. Cukup dengan mengingatkan bahwa perkalian merupakan penjumlahan berulang.
Cara perkalian dengan pendekatan logika sederhana dapat di lihat di halaman FB berhitung seperti Menulis atau berhitungsepertimenulis.blogspot.co.id
Kemampuan berhitung abstrak dapat di capai dengan latihan berulang tentunya harus disertai dengan alur logika sederhana.
Saat ini banyak penerapan latihan berulang yang tidak di serta alur logika dengan harapan anak dapat menemukan konsep berhitung yang mudah dengan sendirinya atau dengan kata lain hapal otomatis karena faktor pembiasaan dalam operasi hitung 1-20.
Dan sering dijumpainya kesalahan pengajaran berhitung 11 - 20 dengan tetap melatih secara konkret terutama dengan cara menghitung sebagian, tanpa membawa pengetahuan berhitung 1 - 10. Sehingga anak hanya mendapatkan pengulangan kemampuan berhitung dalam tahap count on.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya anak yang telah melewati usia 10 tahun tidak memiliki kemampuan abstrak ketika ditanya berapakah hasil 9 + 7 dengan langsung tanpa berhitung sebagian menggunakan jari mereka.Saat anak telah mencapai kemampuan abstrak baik penjumlahan dan pengurangan 1 - 20 dan perkalian satu digit
Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi manfaat untuk mengajarkan berhitung sesuai dengan tahapan usia kemampuan berhitung anak.
Sebelumnya kita harus memahami beberapa tahapan kemampuan berhitung pada anak yang meliputi:
Berdasarkan penelitian Steffe.et.al, Wright, Martland, Stafford (2006) mengajukan teori tentang tahap-tahap perkembangan kemampuan berhitung awal pada anak, sebagai berikut:
– Tahap Emergent : pada tahap ini anak belum mampu untuk menghitung banyaknya benda meskipun benda itu terlihat dengan jelas. Anak mungkin belum mampu untuk menyebut nama-nama bilangan dengan benar atau belum mampu untuk melakukan korespondensi satu persatu antara benda yang dihitung dengan nama-nama bilangannya
– Tahap Perceptual: pada tahap ini anak sudah mampu untuk menghitung banyaknya benda apabila benda tersebut terlihat secara nyata, apabila benda itu tidak nampak maka dia tidak akan mampu untuk menghitungnya. Sebagai contoh ketika di sajikan 4 manik merah, kemudian ditambahkan 3 manik biru dan anak diminta untuk menghitung jumlah manik keseluruhan, anak tersebut mampu menghitung dengan benar. Namun ketika manik-manik ditutup dengan kertas, anak tidak mampu menghitungnya.
– Tahap Figurative: pada tahap ini anak sudah mampu menghitung benda-benda, meskipun benda-benda tersebut tidak terlihat. Anak sudah mampu membayangkan atau menggunakan ‘pengganti’ seperti memakai jari-jari tangannya. Pada tahap ini anak biasanya menghitung mulai satu. Jadi ketika disajikan 4 manik merah dan 3 manik biru dan kemudian manik itu di tutup dengan kertas, anak dalam tahap figurative akan berhasil menghitung jumlahnya dengan benar : ‘satu..dua…tiga…empat….sampai tujuh’.
– Tahap Count on: Pada tahap ini anak mampu menghitung benda-benda yang tidak terlihat dan dalam menghitung mereka tidak memulai dari satu. Sebagai contoh dalam persoalan 4 manik merah dan 3 manik biru di atas, seorang anak di tahap ini akan menghitung dengan menyimpan 4 di otak, kemudian menghitung maju mulai: lima, enam, tujuh. Hasilnya tujuh
– Tahap Facile: Dalam tahap ini anak sudah menggunakan strategi-strategi yang tidak melibatkan menghitung satu persatu. Anak sudah mampu menggunakan strategi misalnya menghitung secara lompat, menghitung lewat bilangan 10, ataupun menggunakan sifat komutatif. Sebagai contoh ketika disajikan persoalan 7+5, anak dalam tingkat facile akan meghitung dengan menambahkan 3 pada 7, menjadi 10 dan menambahkannya dengan 2. [[rum]]
Sumber : Wright, R. J., Martland, J., & Stafford, A. K. (2006). Early numeracy: assesment for teaching and intervention. London: Paul Chapman Publishing/Sage
Secara garis besar anak usia 3 sampai 4 tahun berada pada tahapan emergent. Anak belajar berhitung secara konkret menggunakan benda yang dapat disentuh. Pada usia ini anak belajar membilang dengan menyebutkan urutan bilangan untuk setiap benda yang disentuh. Namun anak belum dapat mengartikan nilai dari suatu bilangan tersebut.
Masa prenceptual hingga count on yaitu usia 4 - 6 tahun. Usia saat anak berada pada jenjang PAUD dan TK. Masa ini disebut juga masa operasional konkret, anak belajar berhitung melalui setiap benda yang dapat dilihat dan disentuhnya. Anak dapat mempelajari berhitung menggunakan jari, manik-manik sebagai alat bantu hitung.
Penguasaan bilangan 1 sampai 10 merupakan pondasi untuk belajar tingkatan selanjutnya. Anak diharapkan mampu berhitung penjumlahan secara konkret pada bilangan tersebut. Mulai dari menghitung satu satu setiap benda yang akan di jumlahkan hingga mencapai kemampuan menghitung sebagian (cont on)
Masa sekolah dasar kelas satu kemampuan berhitung anak mulai memasuki masa peralihan konkret menuju abstrak baik untuk berhitung penjumlahan 1 hingga penjumlahan yang menghasilkan bilangan 10. Maupun pengurangan bilangan dibawah 10.
Kemampuan tersebut tentunya harus didukung oleh kemampuan berhitung konkret agar anak memperoleh keyakinan dari setiap bilangan yang dijumlahkan maupun dikurangkan. Dan bukan lagi masa berhitung secara konkret baik berhitung satu persatu maupun berhitung sebagian.
Anak yang telah memiliki kemampuan abstrak bilangan 1 sampai 10 secara mantap baru dapat melanjutkan kemampuan berhitung bilangan 11 - 20. Tentunya dengan mengunakan kemampuan operasi bilangan sebelumnya. Perlu diketahui pembuktian secara konkret langsung melalui benda dapat diberikan hanya sebatas bertujuan untuk memberikan kepastian hasil, bukan sebagai cara.
Pengetahuan dan pengalaman berhitung secara abstrak akan pasangan bilangan 10 dapat digunakan untuk melatih berhitung penjumlahan hingga 20.
Dimulai dari penjumlahan 10 +
10 + 1 =
10 + 2 =
10 + 3 =
Dst
Bentuk pola hasil penjumlahan 10+, memudahkan anak mencapai kemampuan abstrak.
Lalu dilajutkan kemampuan abstrak untuk penjumlahan 9 +, 8+, 7+, dan 6+
Pengetahuan pasangan bilangan 10 berperan penting dalam usaha mencapai kemampuan abstrak jumlah bilangan hingga 20
Dalam Mengajarkan penjumlahan 9 +, anak harus telah mencapai kemampuan abstrak pengurangan dengan bilangan 1
9 + 2 artinya ambil satu dari dua lalu tambahkan dengan 9, sehingga tampak 10 + 1
9 + 3 artinya ambil satu dari 3 lalu tambahkan dengan 9, sehingga tampak 10 + 2
Proses tersebut dilakukan secara konkret. Selanjutnya dapat dilakukan secara abstrak
9 + 4 ---> ( 4 - 1, 3, 10 + 3) proses abstrak mengingat pengurangan 1 dan penjumlahan 10. Sehingga anak dapat lebih mudah menghitungnya
9 + 5 ---> 5 - 1, empat, empat belas
Dan seterusnya
Pada penjumlahan 8 + berarti kurangkan dua dari angka yang ditambahkan
8 + 3 --> 3 - 2, satu, sebelas
8 + 4 --> 4 - 2, dua, dua belas
.....
.....
8 + 7 --> 7 - 2, lima, Lima belas
8 + 8 --> 8 - 2, enam, enam belas
penjumlahan 7 + berarti kurangkan 3 dari angka yang ditambahkan
7 + 4 --> 4 - 3, satu, sebelas
7 + 5 --> 5 - 3, dua, dua belas
.......
7 + 7 --> 7 - 3, empat, empat belas
Penjumlahan 6 + berarti kurangkan 4 dari angka yang di tambahkan
6 + 5 --> 5 - 4, satu, sebelas
6 + 6 --> 6 - 4, dua, dua belad
Kemampuan abstrak berhitung 1 sampai 20 (penjumlahan satu digit angka) diharapkan sudah terkuasai sebelum memasuki operasi hitung perkalian. Lebih baik mengulang kembali pengajaran penjumlahan 1 sd 20 jika anak belum menguasainya dibandingkan memaksakan untuk melanjutkan ke operasi hitung perkalian. Hal ini hanya membuat anak terbebani dalam pelajaran berhitung. Serta lebih buruknya menjadi trauma secara psikis terhadap pelajaran berhitung.
Begitu pun dalam operasi hitung perkalian. Kemampuan dasar abstrak penjumlahan harus dilibatkan baik secara konkret sebagai proses pembuktian awal maupun secara abstrak. Perkalian merupakan penjumlahan berulang.
Masa peralihan dari berhitung konkret menuju abstrak sangat perlu diketahui secara tepat. kapan anak mulai belajar secara abstrak dalam berhitung untuk mencapai kemampuan facile. Usia kematangan anak dalam belajar berhitung abstrak terdapat dalam rentang usia 7 - 9 tahun. Saat anak telah mampu berhitung secara konkret secara 1 - 10 baik dengan menghitung keseluruhan maupun dengan menghitung sebagian.
Secara jenjang usia sekolah masa memulai berhitung abstrak dimulai saat kelas 1 semester 2. Saat memulai berhitung 11 -20
Banyak guru tidak memahami masa tersebut. Untuk mencapai kemampuan facile tidak akan didapat dengan cara berhitung count on lagi.
Istilah hitung maju pada penjumlahan dan hitung mundur pada pengurangan tidak cocok lagi untuk mengajarkan bilangan lebih dari 10.
Latihan berhitung abstrak harus sudah dimulai dalam berhitung 11 - 20 bukan secara terus menerus melatih berhitung konkret. Teknik mengingat dan logika sederhana mutlak harus digunakan dalam proses penyajian pengajarannya. Sehingga tidak lagi tampak seperti keterampilan bermain manik manik ataupun jari dalam berhitung.
Begitu juga saat mengajarkan perkalian, penggunaan jari sudah tidak relevan lagi di dalam proses pengajarannya. Cukup dengan mengingatkan bahwa perkalian merupakan penjumlahan berulang.
Cara perkalian dengan pendekatan logika sederhana dapat di lihat di halaman FB berhitung seperti Menulis atau berhitungsepertimenulis.blogspot.co.id
Kemampuan berhitung abstrak dapat di capai dengan latihan berulang tentunya harus disertai dengan alur logika sederhana.
Saat ini banyak penerapan latihan berulang yang tidak di serta alur logika dengan harapan anak dapat menemukan konsep berhitung yang mudah dengan sendirinya atau dengan kata lain hapal otomatis karena faktor pembiasaan dalam operasi hitung 1-20.
Dan sering dijumpainya kesalahan pengajaran berhitung 11 - 20 dengan tetap melatih secara konkret terutama dengan cara menghitung sebagian, tanpa membawa pengetahuan berhitung 1 - 10. Sehingga anak hanya mendapatkan pengulangan kemampuan berhitung dalam tahap count on.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya anak yang telah melewati usia 10 tahun tidak memiliki kemampuan abstrak ketika ditanya berapakah hasil 9 + 7 dengan langsung tanpa berhitung sebagian menggunakan jari mereka.Saat anak telah mencapai kemampuan abstrak baik penjumlahan dan pengurangan 1 - 20 dan perkalian satu digit
Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi manfaat untuk mengajarkan berhitung sesuai dengan tahapan usia kemampuan berhitung anak.
Kemampuan Berhitung Abstrak Lulusan sekolah Dasar Harus di pertanyakan
Kemampuan Berhitung Abstrak Lulusan Sekolah Dasar dipertanyakan
Anak lulus sekolah dasar tahu rasanya malu di saat usianya masih berhitung konkret dengan menggunakan jari. Malu malu menutupi tangannya di balik laci meja. Meraka sadar bahwa di usianya harus dapat menghitung abstrak.
Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya. Karena hanya cara itu yang mereka dapatkan dari sekolah dasar selama 6 tahun.
Mereka belum menemukan konsep berhitung dengan benar karena guru merekapun tidak tahu bagaimana mengajarkan berhitung dengan konsep yang benar.
Guru tahu bahwa berhitung konkret mengunakan jari harus dibatasi seperti mereka tahu kapan memulai mengajarkan berhitung konkret menggunakan jari ketika mengajarkan 9 + 7 artinya 7 langkah setelah 9. Tapi guru tidak tahu kapan mengajarkan berhitung tanpa jari
Berbuat kesalahan yang disadari tanpa pernah memperbaikinya. Anak di harapkan menemukan konsepnya sendiri hingga mampu berhitung abstrak.
Banyak guru sekolah dasar tahu ada cara lain dalam mengajarkan berhitung, tapi mereka enggan mencoba. Walau mereka tahu cara yang selama ini di ajarkan tidak efektif tapi dengan alasan AH sudah benar hasilnya, dan yang penting sesuai dengan ketentuan yang ada di buku paket. Yang lebih mengenaskan sebagian pendapat BUKAN SAATNYA BELAJAR, SEKARANG SAATNYA MENGAJAR.
Mengajar ilmu yang kebenaran ilmu tersebut masih di pertanyakan. Teori apa yang melandasi cara berhitung selama ini yang disusun berdasarkan urutan langkah, tapi teori apakah yang melandasi penyusunan langkah langkah tersebut disusun tidak pernah diketahui, apalagi mengkaji secara ilmiah bahwa cara berhitung selama ini sudah benar. Simpel saja. (Teori apa yang melandasi perkalian bersusun konvensional ? Mengapa kita harus menggunakan cara tersebut alasan ilmiahnya apa ?). Guru hanya tahu bahwa cara berhitung mereka sudah benar hasilnya tanpa pernah tahu apakah sudah benar caranya atau belum.
Kembali ke siswa yang akhirnya hanya menjadi korban dari cara pengajaran yang tidak tepat. Mereka dibiarkan menemukan sendiri konsep berhitung yang benar. orangtua mencari solusi dengan bimbingan belajar ternyata hanya merupakan sebuah pembenaran dari apa yang telah di ajarkan di sekolah. di bimbel mereka mendapatkan cara berhitung konkret menggunakan jari pada level yang lebih tinggi. tapi pernahkah sadar mereka menghitung uang pembayaran siswa didiknya tidak menggunakan jari melainkan kalkulator. Apalagi di minta mengkalikan 5 digit angka. Beberapa lainnya hanya melatih berhitung dengan banyaknya latihan soal berhitung yang terus menerus tanpa konsep yang benar dengan berharap siswa nantinya hapal dalam berhitung..
Semoga menjadi inspirasi.
Anak lulus sekolah dasar tahu rasanya malu di saat usianya masih berhitung konkret dengan menggunakan jari. Malu malu menutupi tangannya di balik laci meja. Meraka sadar bahwa di usianya harus dapat menghitung abstrak.
Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya. Karena hanya cara itu yang mereka dapatkan dari sekolah dasar selama 6 tahun.
Mereka belum menemukan konsep berhitung dengan benar karena guru merekapun tidak tahu bagaimana mengajarkan berhitung dengan konsep yang benar.
Guru tahu bahwa berhitung konkret mengunakan jari harus dibatasi seperti mereka tahu kapan memulai mengajarkan berhitung konkret menggunakan jari ketika mengajarkan 9 + 7 artinya 7 langkah setelah 9. Tapi guru tidak tahu kapan mengajarkan berhitung tanpa jari
Berbuat kesalahan yang disadari tanpa pernah memperbaikinya. Anak di harapkan menemukan konsepnya sendiri hingga mampu berhitung abstrak.
Banyak guru sekolah dasar tahu ada cara lain dalam mengajarkan berhitung, tapi mereka enggan mencoba. Walau mereka tahu cara yang selama ini di ajarkan tidak efektif tapi dengan alasan AH sudah benar hasilnya, dan yang penting sesuai dengan ketentuan yang ada di buku paket. Yang lebih mengenaskan sebagian pendapat BUKAN SAATNYA BELAJAR, SEKARANG SAATNYA MENGAJAR.
Mengajar ilmu yang kebenaran ilmu tersebut masih di pertanyakan. Teori apa yang melandasi cara berhitung selama ini yang disusun berdasarkan urutan langkah, tapi teori apakah yang melandasi penyusunan langkah langkah tersebut disusun tidak pernah diketahui, apalagi mengkaji secara ilmiah bahwa cara berhitung selama ini sudah benar. Simpel saja. (Teori apa yang melandasi perkalian bersusun konvensional ? Mengapa kita harus menggunakan cara tersebut alasan ilmiahnya apa ?). Guru hanya tahu bahwa cara berhitung mereka sudah benar hasilnya tanpa pernah tahu apakah sudah benar caranya atau belum.
Kembali ke siswa yang akhirnya hanya menjadi korban dari cara pengajaran yang tidak tepat. Mereka dibiarkan menemukan sendiri konsep berhitung yang benar. orangtua mencari solusi dengan bimbingan belajar ternyata hanya merupakan sebuah pembenaran dari apa yang telah di ajarkan di sekolah. di bimbel mereka mendapatkan cara berhitung konkret menggunakan jari pada level yang lebih tinggi. tapi pernahkah sadar mereka menghitung uang pembayaran siswa didiknya tidak menggunakan jari melainkan kalkulator. Apalagi di minta mengkalikan 5 digit angka. Beberapa lainnya hanya melatih berhitung dengan banyaknya latihan soal berhitung yang terus menerus tanpa konsep yang benar dengan berharap siswa nantinya hapal dalam berhitung..
Semoga menjadi inspirasi.
Langganan:
Postingan (Atom)