Selasa, 26 April 2016

Berhitung vs Pemahaman

Berhitung vs Pemahaman

    berhitung vs pemahaman
  1. Sebuah bak air terisi penuh berukuran 100 L. Andi akan mengambil air dari bak tersebut dengan menggunakan ember berukuran 0,1 dari ukuran bak. Berapa liter ukuran ember Andi?
  2. Sebuah bak air kosong akan diisi air melalui ember berukuran 0,1 dari ukuran bak. Butuh berapa ember supaya bak terisi penuh?
Kedua soal diatas saya berikan kepada 15 siswa kelas 6 SD. Mereka hanya mampu menjawab soal 1 saja, tidak mampu menjawab soal 2. Soal 1 hanya soal berhitung saja sedangkan soal 2 adalah soal pemahaman. Untuk bisa mengerjakan soal 2, mereka harus paham konsep pecahan. Melihat mereka tidak mampu mengerjakan soal 2 menunjukan pemahaman mereka tentang pecahan masih lemah.
Akan tetapi saya tidak bisa menyalahkan mereka karena mereka sebenarnya adalah cerminan produk kurikum kita yang payah. Kurikulum kita membuat matematika hanya terfokus dengan berhitung bukan pemahaman konsep matematis. Kurikulum yang ada saat ini hanya membuat anak-anak pandai berhitung saja lalu apa bedanya dengan kalkulator? Padahal dalam mempelajari matematika yang teramat penting sekali buanget adalah pemahaman konsep matematis bukan berhitung.  
Bagi saya, percuma kamu bisa menghitung {\displaystyle \lim_{x\rightarrow0}\frac{\sin x}{1-\cos x}} tetapi tidak paham konsep limit.
Saya dengar akan ada perubahan kurikulum diganti dengan kurikulum 2013 tapi jujur saya tidak terlalu berharap.
sumber gambar: mathlanding.org

Bagaimana Otak Anak Mengingat Rumus Matematika dengan Mudah?

Bagaimana Otak Anak Mengingat Rumus Matematika dengan Mudah?

author : Ulfa Karina
Monday, 18 August 2014 - 06:00 pm

sciencedaily.com

Bagaimana otak anak mengingat rumus matematika dengan mudah?
Intisari-Online.com - Matematika selama ini menjadi mata pelajaran yang sangat dihindari oleh anak-anak di sekolah. Terkait hal tersebut, baru-baru ini dilakukan sebuah penelitian yang mencari tahu bagaimana otak anak mengingat rumus matematika dengan mudah?
Bagian otak yang melibatkan banyak pusat memori (hippocampus) berperan sangat penting untuk kondisi ini menurut penilitian yang dilakukan Stanford University School of Medicine tersebut. Anak-anak menggunakan bagian otak tertentu termasuk hippocampus dan korteks prefrontal, berbeda dengan orang dewasa ketika keduanya sama-sama memecahkan soal matematika.
 “Hal ini mengejutkan kita bahwa begitu besarnya peran hippocampus dan prefrontal sebagai ingatan dasar dan pemecahan masalah semasa anak-anak, berbeda dengan orang dewasa ketika memecahkan persoalan,” kata Shaozheng Qin,PhD, seorang sarjana postdoctoral.
Dalam penelitian ini, 28 anak-anak memecahkan masalah matematika sederhana, saat mereka mengerjakan soal, alat scanning otak memindai otak mereka sekitar 1 sampai 2 tahun secara terpisah. Para peneliti juga memindai 20 remaja dan 20 orang dewasa untuk perbandingan dalam waktu yang bersamaan.


Para peserta terdiri dari anak usia 7-9 tahun, remaja usia 14-17 tahun dan orang dewasa usia 19-22 tahun semua peserta memiliki IQ yang normal. Karena penelitian ini meneliti pembelajaran matematika secara normal, calon peserta dengan ketidakmampuan belajar matematika akan dikeluarkan.
Selama penelitian rata-rata anak dengan usia 8 sampai 9 tahunlah yang lebih cepat memecahkan soal matematika, dengan mengandalkan rumus-rumus matematika dari ingatan mereka kurang dari waktu yang ditentukan ketika mengerjakan soal.
Karena adanya pergeseran kemampuan ini, peneliti melihat beberapa perubahan dalam otak anak-anak. Hippocampus suatu wilayah dengan banyak peran dalam membentuk kenangan baru berperan lebih dalam pada otak anak-anak. Setelah satu tahun penelitian, daerah yang terlibat dalam penyelesasaian masalah matematika seperti prefrontal dan parietal cortex menjadi pun berkurang perannya.

Para ilmuwan melihat perubahan sejauh mana hippocampus terhubung ke bagian lain dari otak-otak anak-anak dengan beberapa bagian seperti preforntal, anterior korteks temporal dan parietal cortex lebih kuat ke hippocampus setelah satu tahun.
Nyatanya, semakin kuat koneksi tersebut  semakin besar pula kemampuan anak-anak untuk mengingat rumus matematika dari ingatan mereka.

Temuan ini menunjukkan titik awal untuk penelitian masa yang akan datang dalam meneliti faktor apa saja ketidakmampuan mempelajari matematika. Semoga hal ini bisa menjelaskan bagaimana otak anak bisa mengingat rumus matematika dengan mudah ketika belajar matematika. (Sciencedaily)


NB :

Jika kita sudah hapal penjumlahan dan perkalian satu angka dengan satu angka tentunya otak sudah menyimpan angka angka yang akan dihasilkan dari penjumlahan dan perkalian tersebut tinggal bagaimana kita menuliskan hasilnya dan menempatkan angka tersebut.
(Berhitunglah seperti menulis)


Sabtu, 23 April 2016

Konsep Membilang

Konsep Membilang



  Membilang digunakan oleh anak-anak untuk menunjukkan pengetahuan tentang nama angka dan sistem nomor (Wikipedia, ensiklopedia bebas, 2009). Membilang satu, dua, tiga dan seterusnya pada mulanya tidak bermakna bagi anak yang belum memahami bilangan. Anak bisa mengucapkannya tetapi tidak memahami apa artinya. Sejak anak mulai bicara, anak bisa mengucapkan satu, dua, tiga dan seterusnya hanya sekedar menirukan orang dewasa yang ada di lingkungannya dan belum memahami apa artinya. Ia tidak tahu bahwa bilangan merupakan simbol dari banyaknya benda. Hal itu dapat kita amati pada saat anak usia dua tahun menghitung benda. Bagi anak yang belum memahami bilangan, menghitung bisa dari mana saja dan kadang mengulang bilangan yang sudah dihitung dan belum bisa mengurutkan, apalagi kadang benda itu dihitung tidak sesuai dengan jumlahnya. 
Menurut Piaget (1972), anak TK berada pada fase perkembangan praoperasional menuju ke konkret. Anak pada fase tersebut belajar terbaik dari benda nyata. Oleh karena itu, orang tua dan guru dapat mengenalkan bilangan kepada anak dengan menggunakan benda-benda (Slamet Suyanto, 2008). Kemampuan membilang pada anak usia tiga dan empat tahun, yaitu: menghitung jumlah potongan kertas yang diperlukan untuk seni, menempatkan benda-benda yang diperlukan di sudut, menyusun balok-balok yang digunakan untuk membangun struktur berbentuk balok, menghitung jumlah kursi atau tikar yang dibutuhkan untuk kelompoknya, dan menempatkan benda sesuai dengan letaknya.
Pengalaman membilang paling banyak dialami oleh anak usia lima dan enam tahun. Kemampuan membilang pada anak usia lima dan enam tahun, yaitu: menghitung jenis alat-alat perlengkapan outdoor dan merekam sejumlah benda sehingga semuanya dapat diletakkan pada posisinya semula, menghitung berapa jumlah anak-anak yang tidak hadir setiap hari dan membuat perbandingan selama sebulan, menghitung angka dari potongan kertas yang diperlukan untuk proyek kelas dan mengalikannya untuk menemukan berapa banyak kertas yang akan diperlukan untuk dua proyek, dan menghitung bilangan 2-5-10. 
Anak usia tujuh dan delapan tahun dapat membilang, merekam, dan membandingkan angka-angka yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan mereka belajar untuk menghitung dengan bilangan tiga dan empat.

Pembelajaran Membilang pada Anak
Membilang dengan Jari
 Biasanya orang berlatih menghitung permulaan dengan jari tangannya karena dianggap paling mudah dan efektif. Dengan menggunakan jari-jari yang kita punya, konsep bilangan akan lebih mudah dipahami anak, karena anak dapat melakukan sendiri proses membilang. Hal ini perlu dilatihkan sejak usia dini agar anak terampil membilang dengan jari tangannya. Sebagai contoh guru dapat menanyakan berapa banyaknya jari tangan kirimu, menanyakan berapa jumlah jari tangan kananmu, kemudian menanyakan keseluruhan jumlah jari tangan yang dimiliki. 
Untuk memantapkan jawaban anak, guru mengajak anak untuk menghitung bersama-sama banyaknya jari tangan kiri dan tangan kanan. Setelah itu anak diminta untuk mencoba sendiri menghitung banyaknya jari tangan kanan dan kiri mereka.

Membilang Benda-Benda
 Guru dan orang tua dapat melatih anak menghitung benda yang ada disekitar anak baik itu di rumah, di jalan, maupun disekolah. Benda yang ada di rumah misalnya banyaknya kursi tamu, meja, pintu dan sebagainya. Benda yang ada di jalan, misalnya banyaknya roda mobil, roda motor, dan sebagainya.

Membilang Sambil Berolahraga
            Anak diminta membuat lingkaran kemudian guru menyuruh anak untuk membilang 1-5 secara bergantian sampai semua anak mendapat nomor. Setelah itu guru menyuruh untuk mengingat nomor dari masing-masing anak sehingga waktu guru membilang anak bisa menyebutkan sesuai dengan nomornya. Dilanjutkan dengan lari keliling lingkaran, kemudian guru menyebut nomor misalnya berdua, bertiga, berempat, dan seterusnya. Anak akan melaksanakan perintah guru. Disini sambil berolahraga konsep membilang dapat tertanam dalam diri anak.

Membilang Sambil Bernyanyi
Sambil bernyannyi anak dikenalkan dengan konsep bilangan misalnya dengan melalui lagu yang sesuai dengan bilangan yang akan dikenalkan, misalnya: lagu aku sayang ibu.

Membilang di atas Sepuluh
            Biasanya anak akan mengalami kesulitan menghitung diatas sepuluh yaitu pada bilangan sebelas. Untuk bilangan 12-19, pada prinsipnya sama yaitu angka tersebut ditambah dengan “belas”. Tetapi untuk sebelas ada pengecualian, yaitu tidak satu-belas melainkan sebelas, disini “se” artinya satu. Untuk itu guru perlu memperkenalkan polanya. Setelah anak tahu polanya maka anak akan mahir dalam menghitung sendiri.

Kegiatan Pembelajaran dan Assesmen 
Bermain Domino
Kartu domino berisi lingkaran yang mempresentasikan bilangan dari kosong sampai 12. Kartu tersebut baik untuk anak melatih menghitung dan mengenal pola. 
Alat dan bahan: kartu domino
Prosedur pembelajaran: 
Sediakan beberapa set kartu domino di kelas, setiap kartu untuk 5-6 anak. Ajarkan bagaimana cara bermain kartu domino secara sederhana dan yang paling cepat habis sebagai pemenang. Beri contoh bagaiman cara bermainnya. Setelah anak merasa bisa, beri kesempatan untuk bermain dalam kelompok 5-6 orang.
Assesmen: 
Observasi apakah anak sudah mampu menempelkan kartu dengan gambar yang sama? Jika sudah, berarti anak sudah mengenal pola dan menghitung 0-12.

Berhitung sambil bernyanyi dan berolah raga 
Alat dan bahan: gambar angka atau benda, peluit
Prosedur:
Buatlah gambar atau bilangan dan letakkan di lantai
Ajak anak membentuk dua lingkaran besar dan kecil. Ajak dua lingkaran anak berjalan berlawanan arah sambil bernyanyi. Pada saat peluit ditiup anak berhenti berjalan. Guru memberi aba-aba, misalnya "buat tiga kaki". Anak keluar dari barisan dan membuat tiga kaki. Peluit ditiup lagi dan berjalan sambil bernyanyi. Peluit ditiup lagi, guru memberi aba-aba "kaki di angka tiga". Anak-anak mencari angka tiga dan meletakkan kaki di atasnya. Demikian seterusnya sampai anak menunjukkan pemahamannya tentang bilangan dan angka.
Assesmen:
Pada setiap kegiatan, ajak anak mengkomunikasikan pemahamannya, misalnya: “Toni coba tunjukkan bahwa kelompokmu membuat tiga kaki”.

Menghitung Benda-Benda
Orang tua dan guru dapat melatih anak menghitung benda apa saja dan dimana saja. Di jalan ketika melihat mobil kita dapat bertanya “Berapa rodanya?” Jadi setiap kesempatan dan ada benda nyata latih anak untuk berhitung. Di kelas, guru dapat menggunakan berbagai benda untuk melatih berhitung, seperti: manik-manik, biji, permen, atau benda-benda untuk permainan.
Alat dan bahan: manik-manik, biji atau permen, gambar-gambar, pensil dan klip kertas atau peniti dan kertas.
Prosedur:   
Buat lingkaran dan beri angka 1-9 dengan satu titik di tengah. Letakkan peniti atau penjepit kertas di titik tengah dan tekan dengan ujung pensil. Ajak anak memutar peniti atau penjepit kertas tersebut dan melihat jatuh di angka berapa. Jika peniti menunjuk ke angka 5 maka anak mengambil 5 biiji atau 5 permen. Permainan dilanjutkan sampai semua biji dan permen habis.
Assesmen:
Ajak anak mengekspresikan hasil temuannya, motivasi dengan pertanyaan sebagai berikut: Siapa yang memperoleh biji paling banyak? Berapa biji yang kamu peroleh? Apa cara yang kamu gunakan sehingga memperoleh biji paling banyak?

Bermain Dadu
Alat dan bahan: dadu dengan angka 1-g atau lainnya, bii atau manik-manik.
Prosedur:
Gunakan dadu yang memiliki angka 1-6. Gunakan manik-manik atau biji-bijan. Beri contoh anak melempar dadu dan melihat angka yang muncul. Jika muncul angka 5, ajak anak tersebut mengambil 5 biji atau manik-manik. Jika muncul angka 3 ajak anak mengambil 3 biji atau manik-manik. Demikian seterusnya hingga semua biji atau manik-manik habis.
Assesmen:
Diskusikan pada anak siapa yang memperoleh biji paling banyak yang strategi yang mereka gunakan. Hubungkan antara strategi dan perolehan biji.

Bermain Flash Card
Alat dan bahan: flash cards (seri angka)
Kenalkan pada anak cara bermain flash card. Setelah anak mengerti, ajak anak untuk bermain. Urutkan dahulu kartu-kartu tersebut, biarkan anak mengenal angka-angka tersebut dan menyebutkan nama angka tersebut. Ciptakan permianan dengan variasi, misalnya kartu dikocok secara acak kemudian dibuka dan anak diarahkan untuk menebak angka berapa. Dapat juga guru menyebar kartu-kartu tersebut kemudian guru menyebutkan satu angka dan anak diminta untuk mencari angka yang diminta oleh guru.
Assesmen:
Komunikasikan pada anak siapa yang paling cepat menebak angka yang diminta oleh guru. Tanyakan pada anak apa kesulitan dari permainan tersebut, untuk mengetahui sejauh mana anak paham mengenai angka.

Bermain Garis Bilangan
Alat dan bahan: papn tulis, spidol, tempelan bentuk lingkaran, perekat.
Prosedur:
Guru menggambar garis bilangan di papan tulis. Guru menyiapkan magnet berbentuk bulat apabila papan tulis dapat ditempeli dengan magnet. Bila papan tulis tidak bermagnet, maka guru menyiapkan bentuk bulat atau bentuk lainnya kemudian diberi perekat dibelakangnya agar bisa direkatkan di papan tulis. Anak diberikan pemahaman mengenai angka. Kemudian anak diberikan kesempatan untuk menempelkan bentuk bulat tersebut diatas garis bilangan. Ajak anak bergantian untuk melakukan kegiatan ini.
Assesmen:
Ajak anak mengkomunikasikan pemahamannya. Pemahaman mengenai angka-angka tersebut. Dan hubungannya angka tersebut dengan tempelan bulat diatasnya.

Bermain Kalkulator
Jika disekolah ada kalkulator atau komputer, maka keduanya dapata digunakan untuk mengenalkan anak akan angka. Biarkan anak-anak bermain dengan kalkulator dan tanyakan apa yang mereka temukan. Misalnya: anak menemukan bahwa ketika ia memasukkan angka sembarangan lalu ia menekan tombol C maka semua angka hilang. Tanyakan pula angka berapa yang ada. Tanyakan pula angka berapa jika ada sebelas atau sepuluh. Beri kesempatan anak untuk melakukan eksplorasi sambil bermain kalkulator dan dengan angka.

Digit
Setelah anak-anak memahami angka 1-9, kenalkan mereka dengan angka 10-20. Angka 1-9 adalah angka 1 digit, sedangkan 10-20 adalah dua digit. Angka 0 sebaiknya juga diperkenalkan. Beri problem solving untuk dipecahkan anak. “Saya punya angka ajaib antara 10-30. Jika kamu dapat menebaknya, kamu memperoleh sebuah buku cerita bagus. Angka itu dua digit dan jika dijumlahkan sama dengan 6. Berapakah angka tersebut?” biarkan anak mencoba memecahkannya dengan caranya sendiri. Guru dapat pula memberi peluang anak untuk bertanya dengan pertanyaan yang hanya dapat dijawab dengan “Ya” atau “Tidak”. Misalnya anak bertanya, “Apakah angka tersebut lebih besar dari sebelas?”.