Senin, 03 Oktober 2016

MENCARI ALTERNATIFE POLA DAN CARA BERHITUNG PERKALIAN

MENCARI ALTERNATIFE POLA DAN CARA BERHITUNG PERKALIAN

Pernahkah mencoba mengkalikan bilangan 7 digit kali 7 digit seperti 4789562 x 8532694 hingga mendapatkan hasilnya secara manual?

Memang pertanyaan tersebut tidaklah penting. Tapi jika untuk menguji kebenaran hasil dan kestabilan dari pola perkalian perlu dilakukan.

Dengan perkalian bersusun konvensional, tentunya dapat menyelesaikan soal tersebut. Walaupun membutuhkan waktu yang lama dalam proses mengerjakannya. Hal ini di mungkinkan karena di dalam cara tersebut terdapat proses menyimpan setiap bilangan satuan dari setiap angka yang dikalikan serta penyatuan antara proses perkalian dan penjumlahan. yang tentunya kita akan selalu berhenti untuk berpikir untuk langkah perkalian selanjutnya.

Tapi pernahkah kita mencoba alternatife lain selain cara perkalian bersusun konvensional. Saat ini terdapat beberapa cara penyelesaian dalam perkalian. Secara garis besar dibedakan atas 2 tipe cara penyelesaian
1. Dengan Pola
2. Aturan (Rumus)


Beberapa pola dalam proses berhitung perkalian diantaranya, Sistem Batang Napier, Sistem pola dalam tabel, dan Cara Vedic (India)
http://www.youtube.com/attribution_link…
yang di Indonesia di akomodir sebagai cara GASING
http://www.youtube.com/attribution_link…
atau PERKALIAN BINTANG, Sedangkan cara lainnya adalah berupa teknik cepat seperti Speed Math
( lazymath.com ) ataupun mental arithmetic




Tanpa bermaksud mengenyampingkan cara-cara tersebut sebagai alternatife penganti perkalian bersusun konvensional. Ada 3 hal yang utama yang harus dipenuhi selain Mudah, Cepat dan Praktis
1. GENERAL
Bersifat umum untuk angka yang akan dikalikakan. Artinya tidak terikat akan keistimewaan bilangan tertentu. Dapat diterapkan untuk bilangan berpapun

2. STABIL
Memiliki satu aturan yang dapat digunakan untuk perkalian yang melibatkan 1, 2, 3, 4, 5 digit hingga tak terbatas

3. PROSES
Terdapat proses berupa langkah-langkah penyelesaian  Hal ini penting untuk ditanyakan karena peserta didik memerlukan proses dalam pengajarannya. Sehingga dapat diketahui apakah ia benar memahami secara konsep atau hanya kebetulan saja.

Sayangnya banyak cara menghitung cepat tanpa pola langkah hanya melibatkan 2 - 3 digit angka dalam perkaliannya, itupun hanya untuk perkalian tertentu seperti dengan bilangan 11 (1234 x 11), 99 (5432 x 9999), mendekati 10 (12 x 14), mendekati 100 (97 x 98), ataupun berdasarkan keunikan angka angka yang akan dikalikan (23 x 27). Terlalu banyak rumus hanya untuk perkalian 2 digit x digit. Kasihan anak didik jika otak mereka harus dijejali dengan banyaknya rumus dalam berhitung. dan apakah guru sebagai pembuat soal berhitung akan terikat terhadap bilangan tertentu yang akan dikalikan ? Tentunya tidak, bukan. JANGAN PERBANYAK ATURAN DALAM BERHITUNG

Sedangkan untuk cara dengan menampilkan pola hanya pada pola perkalian 5 digit x 5 digit angka, tapi sayangnya beberapa video menampilkan hanya melibatkan angka kecil 1 -5. Jika melibatkan angka besar 6 - 9 sangat sulit dilakukan. Membayangkan hasil dari penjumlahan beberapa perkalian atau terkenal dengan istilah foto frame.

Cara dengan pola tersebut tidak salah, benar secara hasil akhirnya. Tapi pernahkah kita mencobanya (untuk 5 digit x lima digit) 67489 x 97468, berapa lama waktu yang dibutuhkan, kesulitan apa yang kita rasakan, apakah otak kita merasa terbebani dalam menghitungnya?

Artinya dalam salah satu prosesnya terdapat 5 perkalian yang akan di jumlahkan. Apa jadinya jika ini diterapkan kepada peserta didik. Jangankan mereka gurunya saja masih mengalami kesulitan. TERLALU MEMBEBANI OTAK dalam berpikir.

Mengapa ini saya kemukakan, sebagai suatu tulisan di halaman ini, bahwa sampai saat ini cara cara tersebut masih bersifat khusus dan belum teruji untuk menggantikan perkalian bersusun konvensional. Cara tersebut hanya baik diajarkan sebagai SUPLEMEN atau VARIASI dalam berhitung perkalian


Catatan Kecil dalam dunia berhitung
Kamis, 11 Agustus 2016
#berhitung
#cara berhitung
#pendidikan

KAMPANYE "BATASI PENGUNAAN JARI DALAM BERHITUNG"

KAMPANYE "BATASI PENGUNAAN JARI DALAM BERHITUNG"

Guru terjebak ketika mengajarkan 9 + 7 artinya 7 langkah setelah 9 Dan mulai menggunakan jari saat berhitung dengan 9 dimulut 7 dijari lalu hitung maju.

Guru menanamkan konsep berhitung menggunakan jari.

Sayangnya banyak guru tidak tahu kapan mulai mengajarkan berhitung tanpa jari, walaupun tahu perlu adanya pembatasan mengunakan jari dalam berhitung.

Tapi tidak tahu kapan memulainya,

Tidak di kelas 1, 2, 3 anak diharapkan menemukan konsepnya sendiri dari seringnya latihan berhitung.

NANTI JUGA HAPAL.

Jadi kalau anak Lulus SD masih menghitung menggunakan jari berarti ia belum menemukan konsep dalam berhitung penjumlahan

BATASI SEGERA PENGGUNAAN JARI DALAM BERHITUNG

Ada proses pembiaran ketika anak tidak mampu berhitung.

Ada proses pembiaran ketika anak tidak mampu berhitung.

Kelulusan siswa sekolah dasar tidak menjamin siswa mampu berhitung, hal ini di buktikan dari banyaknya siswa yang tidak mampu menjawab langsung 8 + 7 itu berapa atau 8 x 7 itu berapa ?. Suatu pertanyaan yang sederhana bagi siswa yang telah lulus sekolah dasar.



Ketidak mampuan dalam berhitung dasar lebih salah satunya disebabkan karena adanya proses pembiasaan menggunakan konsep membilang sebagian, baik penjumlahan maupun saat pengurangan. Saat mengajarkan 9 + 7 dengan HITUNG MAJU, 9 di mulut 7 di jari lalu membilang maju 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16. Pada beberapa sumber buku pengajaran 9 + 7 berarti 7 langkah setelah 9. Proses ini dimudahkan dengan membuat garis bilangan. Tapi sayangnya pada proses selanjutnya siswa diminta untuk menggunakan jari untuk menentukan jumlahnya.

Pengetahuan akan penjumlahan bilangan 1 - 10 cenderung dilupakan. 9 + 7 artinya sama dengan 9 + 1 + 6 = 10 + 6 atau (9 + 1) + (7 - 1) atau 10 + 6.

Siswa pada tingkatan sebelumnya dapat mempelajari dengan mudah pengurangan dengan angka 1 Dan penjumlahan dengan 10. Kemampuan ini tidak banyak guru berusaha mengkaitkan dalam proses mengajarkan penjumlahan yang menghasilkan bilangan 11 - 20. Walaupun di dalam sumber tersebut hanya sebagai proses pembuktian jika 9 + 7 = 16 dengan membilang 7 sesudah 9. Bukan berarti di benarkan untuk terus menerus menggunakan konsep membilang sebagai satu-satunya cara mengajarkan 9 + 7 = 16.

Proses pembuktian cukup dilakukan 1 - 2 kali saja untuk meyakinkan hasil dari setiap penjumlahan yang dilakukan. Kemampuan abstrak dalam berhitung harus terus digali dengan melatih daya ingat serta logika dalam berhitung.

Bukan membiarkan anak tetap dalam kemampuan konkret. Berhitung menggunakan jari secara terus menerus berarti membiarkan anak tetap dalam kemampuan berhitung konkret.

Belajar berhitung menggunakan angka berarti mengajarkan jumlah dalam bentuk abstrak. Mengapa harus mengajarkan secara konkret kembali (menggunakan jari).

SELAMA ANAK BERHITUNG DENGAN JARI, ANAK TIDAK AKAN PERNAH MENCAPAI KEMAMPUAN BERHITUNG ABSTRAK

Perlu batasan penggunaan jari dalam berhitung

KEGIATAN BARIS BERBARIS SARANA MELATIH BERHITUNG

Melatih penjumlahan dalam kegiatan baris berbaris sebelum masuk kelas.

Kemampuan dan kemahiran dalam berhitung tidak akan datang secara cepat hanya dengan mempelajarinya satu atau dua kali, tetapi diperlukan latihan secara kontinyu. Proses latihan bertujuan agar kemampuan berhitung dasar sampai ke tingkatan memori. Merubah memory jangka pendek menjadi jangka panjang.
Untuk itu diperlukan sarana ataupun kegiatan yang dapat melatih kemampuan tersebut.

Kegiatan baris berbaris sebelum siswa masuk kelas dapat disisipkan latihan menghitung dasar, baik penjumlahan maupun perkalian dengan cara mencongak. Perlu di ingatkan kembali hanya melibatkan satu angka saja, seperti 9 + 8, 8 + 7 dll.

Yang perlu dilakukan adalah bagaimana latihan berhitung menjadi sesuatu yang menyenangkan serta memiliki unsur tantangan pada setiap prosesnya. Untuk itu diperlukan latihan yang terstruktur didalamnya.






Mulailah dari penjumlahan yang menghasilkan angka 2 sampai 5, seperti 1 + 1, 2 + 1, 2 +2, 1 + 3, 1+4, dan 2 + 3.

Lanjutkan dengan penjumlahan yang menghasilkan angka 6 dan 7, seperti 1 + 5, 2 + 4 3+3, 1+6, 2+5, dan 3+4

Kombinasi penjumlahan 2 - 7.

Lanjutkan penjumlahan yang menghasilkan 8 dan 9

Kombinasi penjumlahan 6 - 9

Kombinasi penjumlahan 2 - 9

Lanjutkan dengan penjumlahan yang menghasilkan 10.

Ulangi dengan kombinasi 6 - 10

Lalu 2 - 10
Penjumlahan 2 - 10 siswa diharapkan telah mencapai tataran memori jangka panjang. Baru dapat melanjutkan penjumlahan 11 - 20

Penjumlahan 10 +
Kemampuan penjumlahan dengan bilangan 10 akan membentuk suatu pola yang mudah untuk dipelajari. setiap penjumlahan 10 dengan bilangan satu angka akan menghasilkan bilangan belas.

Penjumlahan 9 +
Setiap penjumlahan 9, artinya dikurang 1.
9 + 8 "delapan kurang satu", "tujuh", katakan "tujuh belas"

Penjumlahan 8+
Setiap penjumlahan 8, artinya kurang 2.
8+6 "enam kurang 2", "empat", katakan "empat belas.

Kombinasi 9+ dan 8+

Penjumlahan 7+
Penjumlahan 7, artinya kurang 3. 7+6, "enam kurang tiga", "tiga", katakan tiga belas.

Kombinasi 9+, 8+ dan 7+

Penjumlahan 6+
Penjumlahan 6, hanya menyisakan 6+5 dan 6+6. Kurang 4 untuk setiap angka yang ditambahkan.
6+5, "lima kurang empat", "satu", katakan sebelas

Kombinasi 9+, 8+, 7+ dan 6+

Ulangi 1- 20

Selamat mencoba.

Konsep vs persepsi dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan

Konsep vs persepsi dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan


Di dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan 11 sd 20 terkenal istilah HITUNG MAJU dan HITUNG MUNDUR. Ketika menjumlahkan 9 + 8, maka 9 di mulut, 8 di jari lalu hitung maju, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17.

Dan 13 - 8, 13 di mulut, 8 di jari, lalu hitung mundur, 12, 11, 10, 9, 8, 7, 6, 5




Menghitung dengan menunjukan bendanya (jari yang ditekuk) merupakan proses membilang. Menghitung penjumlahan dan pengurangan dengan membilang sebagian adalah bentuk persepsi seorang guru dalam mengajarkan berhitung. Mudah dan jari sebagai alat bantu hitung dimiliki oleh setiap siswa normal.



Tapi sadarkah kita, bahwa kita telah mengabaikan kemampuan mereka akan penjumlahan dan pengurangan 1-10 yang tentunya telah kita ajarkan sebelumnya. Kemampuan penjumlahan 10+ dan pengurangan 1. Tidak dikaitkan dalam mengajarkan 9+8, bukankah mereka tahu jika 9+1 = 10 dan 8 -1 = 7 maka 10 +7 = 17. Anak dengan mudah menyebutkan hasil dari pengurangan 1 dan penjumlahan 10+ tanpa harus menghitung dengan jari mereka. Pola yang dibentuk oleh penjumlahan 10+ sudah pasti akan menghasilkan bilangan belasan.

Dan perlu diingatkan kembali pengalaman berhitung konkret (dengan benda nyata) 9 + 8, tidak dengan membilang sebagian, tapi cukup dengan mengambil 1 dari 8 lalu jumlahkan dengan 9. sehingga tampak 10 + 7. Hasilnya 17.

Tapi mengapa dalam prakteknya banyak guru di sekolah dasar melupakan konsep yang sudah jelas telah mereka ajarkan sebelumnya. Dan lebih mengunakan HITUNG MAJU dan HITUNG MUNDUR. Jika kita lihat kembali dalam buku panduan sekolah tidak di jelaskan keharusan untuk menggunakan teknik HITUNG MAJU dan HITUNG MUNDUR sebagai cara dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan 11 - 20.
Hanya berupa garis bilangan sebagai alat bantu untuk membuktikan. 9 + 7 artinya tujuh langkah setelah sembilan dan 13 - 8 artinya 8 langkah sebelum 13.

Penggunaan cara HITUNG MAJU dan HITUNG MUNDUR merupakan persepsi guru yang sekedar mengambil jalan pintas dalam proses pengajaran penjumlahan dan pengurangan 11-20.
Tapi sadarkah bahwa dampak buruk dari mengajarkan berhitung menggunakan jari pada kemampuan anak dalam berhitung. Kemampuan memori dalam berhitung tergantikan dengan penggunaan jari. Mereka tidak memiliki kemampuan abstrak dalam berhitung. Mereka tidak akan memperoleh keyakinan 9 +8 itu 17, sebelum menghitung sebagian jari mereka.

Berapa banyak anak yang telah duduk di kelas 5 bahkan lulus sekolah dasar yang masih menghitung menggunakan jari mereka hanya sekedar untuk menjawab 9 + 8 itu 17.
Hal itu berarti kita tidak mengajarkan konsep dalam berhitung. Dan kita telah melakukan proses pembiaran kepada mereka untuk menemukan konsepnya sendiri dalam berhitung. Sebab setelah mengajarkan HITUNG MAJU Dan HITUNG MUNDUR dengan menggunakan jari dalam proses berhitung nya. Kita tidak pernah mengajarkan bagaimana berhitung abstrak tanpa jari, baik itu di kelas 3, 4, 5 apalagi di kelas 6. Siswa sudah mempelajari matematika dengan perhitungan dan logika yang kompleks.

Jangan pernah mengajarkan berhitung menggunakan jari, jika kita tidak akan mengajarkan menghitung abstrak tanpa jari.
SEGERA BATASI PENGGUNAAN JARI DALAM BERHITUNG
Mari untuk berbagi, jika artikel ini dirasa bermanfaat

KUISIONER MENULIS dan BERHITUNG

Kuisioner

“Kaji Ulang Perkalian Bersusun Konvensional  sebagai Cara Menyelesaikan Perkalian Dua Digit atau Lebih”

Nama :
Guru kelas/Bidang Study :
Sekolah :

1. Dapatkah anda menuliskan kembali tulisan di bawah ini !
“Saya sedang mengisi kuisioner menulis dan berhitung”
a. Ya
b. Tidak

2. Apakah anda dapat menulis tulisan tersebut dengan lancar ?
a. Ya
b. Tidak

3. Apakah dalam prosesnya otak anda merasa terbebani (berpikir) saat menulis tulisan tersebut ?
a. Ya
b. Tidak

4. Apakah dalam menulis anda berpikir sebelum menulis atau berpikir saat menulis?
a. Berpikir sebelum menulis
b. Berpikir saat menulis

5. Apakah dalam menulis anda berpikir untuk pada setiap huruf yang akan dituliskan dalam prosesnya ?
a. Ya
b. Tidak

6. Apakah anda hapal dan mengetahui letak posisi setiap huruf yang akan dituliskan ?
a. Ya
b. Tidak

7. Yakinkah bahwa tulisan yang telah kita tulis sudah benar.
a. Ya
b. Tidak

8. Bagaimana anda merasa yakin akan kebenaran tulisan yang anda tulis ?
a. Dapat di baca sesuai tulisan yang di minta
b. Menuliskannya kembali

Perkalian bersusun adalah salah satu bentuk cara menyelesaikan perkalian dua digit atau lebih. Dalam prosesnya selalu di mulai dari perkalian satuan dengan satuan dan diakhiri dengan angka yang memiliki nilai tertinggi.
Contoh perkalian bersusun konvensional (Lihat Gambar)

9. Apakah anda yakin akan kebenaran hasil dari jawaban di atas ?
a. Ya
b. Tidak

10. Bagimana anda memperoleh keyakinan bahwa jawaban itu benar atau salah ?
a. Menghitung ulang kembali
b. Cukup dengan melihat atau membaca setiap prosesnya

11. Apakah anda menggunakan atau mengajarkan cara tersebut dalam berhitung perkalian dua digit atau lebih ?
a. Ya
b. Tidak

12. Apakah menurut anda acara tersebut merupakan cara yang mudah untuk mengajarkan perkalian ?
a. Ya
b. Tidak

13. Apakah otak anda merasa terbebani dalam proses berhitung perkalian ?
a. Ya
b. Tidak

14. Apakah dalam berhitung pekalian tersebut anda berpikir sebelum berhitung atau berpikir saat berhitung ?
a. Berpikir sebelum berhitung
b. Berpikir saat berhitung

15. Apakah dalam berhitung perkalian tersebut anda berpikir pada setiap langkah prosesnya ?
a. Ya
b. Tidak

16. Apakah anda hapal semua hasil dari setiap angka yang akan dikalikan ?
a. Ya
b. Tidak

17. Apakah anda merasa lancar dalam berhitung perkalian 93 x 86 seperti lancar ketika diminta untuk menulis “Saya sedang mengisi kuisioner berhitung dan menulis” ?
a. Ya
b. Tidak

18. Apakah anda berhenti untuk berpikir kembali pada setiap proses perkalian tersebut ?
a. Ya
b. Tidak

19. Pernahkah anda menghitung perkalian 7 digit angka dengan 7 digit angka, misalkan 6897432 x 9764837?
a. Ya
b. Tidak

20. Apabila diizikan mengunakan alat bantu hitung, apakah anda akan mempergunakannya untuk menghitung perkalian 3 digit atau lebih ?
a. Ya
b. Tidak

21. Apakah proses panjang dalam perkalian sebagai alasan anda menggunakan kalkulator?
a. Ya
b. Tidak

22. Apakah menurut anda kemampuan menulis itu berbeda dengan kemampuan berhitung ?
a. Ya
b. Tidak

23. Tahukah anda tentang teori ilmiah yang melandasi cara perkalian bersusun konvensional tersebut sehingga perlu dan dibakukan sebagai cara mengajarkan perkalian di sekolah dasar ?
a. Ya
b. Tidak

24. Tahukah anda bahwa teori otak, bahwa berhitung dan menulis memiliki fungsi dan cara kerja yang sama ?
a. Ya
b. Tidak

25. Tahukah anda jika cara berhitung perkalian konvensional dalam prosesnya belum sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung ?
a. Ya
b. Tidak

26. Apakah anda berkeinginan meningkatkan kemampuan anda dalam berhitung seperti kemampuan dalam menulis?
a. Ya
b. Tidak

27. Jika ada cara lain dalam berhitung perkalian dua digit atau lebih yang sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak. Apakah anda akan tertarik untuk mempelajarinya ?
a. Ya
b. Tidak

28. Jika ada pelatihan berhitung yang dapat membuat cara berhitung seperti cara menulis apakah anda akan menghadirinya ?
a. Ya
b. Tidak

29. Apakah anda bersedia dikenakan biaya untuk pelatihan tersebut ?
a. Ya
b. Tidak

30. Jika di sekolah anda diberikan pelatihan berhitung seperti menulis di berikan secara gratis untuk guru dan siswa di sekolah tempat anda berada. Anda bersedia ?
a. Ya
b. Tidak

Terima kasih
SADARILAH .....
Mari mengkaji kembali cara perkalian bersusun konvensional sebagai cara penyelesaian perkalian dua digit atau lebih.
Cara tersebut baru sebatas benar untuk hasilnya tapi belum benar secara proses.

BERHITUNG DAN MENULIS MENURUT PAKAR

BERTANYA PADA PAKAR

Saya : Apa alasan kita dapat menulis dengan lancar? Dan tidak seperti anak tk yang tersendat sendat.

Pakar : karena sudah hapal semua huruf yang akan dituliskan dan tahu letak urutan posisi huruf yang akan dituliskan.

Saya : mana yang benar berpikir sebelum menulis atau berpikir saat menulis

Pakar : ya berpikir sebelum menulis. Kalau berpikir saat menulis berarti kita masih dalam keadaan belum tahu apa yang akan kita tuliskan. Pada saat mengarang cerita, awalnya kita berpikir akan apa yang mau dituliskan. Saat menulis tidak terjadi proses berpikir karena otak sudah merekam semua perintah yang harus dilakukan secara urut dan simultan.


Saya : bagaimana kita dapat mengetahui apa yang kita tuliskan sudah benar atau belum?

Pakar : Jika tulisan tersebut benar tentunya dapat terbaca. Banyak pengajuan skripsi mahasiswa yang harus saya koreksi salah satunya dari aspek tulisan. Tentunya saya tidak harus menulis ulang tulisan mereka yang salah.

Saya : apakah bapak HAPAL PERKALIAN dan PENJUMLAHAN bilangan 1 angka.

Pakar : Anda bercanda, ya sudah pasti tentunya

Saya : maaf pak, bukan meragukan kemampuan Anda tapi jawab pertanyaan berikut ini 9 x 8 ?
Pakar : 72

Saya : 9 x 7?

Pakar : 63

Saya : 6 x 8 ?

Pakar : 48

Saya : terakhir pak 6 x 7?

Pakar : 42

Saya : baiklah saya yakin bapak HAPAL perkalian. Boleh dua soal lagi pak 96 x 87 hasilnya berapa dan 669 x 787 itu berapa ? (Saya memberikan kertas dan pena untuk alat bantu dalam berhitung)

Pakar : mengerjakan hitungan tersebut

Saya : apakah bapak merasa lancar dalam berhitung seperti lancar saat menulis





Pakar : tidak, inikan berhitung bukan menulis

Saya : apakah bapak berpikir sebelum berhitung atau berpikir saat berhitung?

Pakar : proses dalam berhitung membuat saya harus berpikir saat berhitung



Saya : memberikan soal 696 x 887 berserta hasil dan proses secara konvensional.
Bagaimana untuk meyakinkan bapak jika hasilnya benar.

Pakar : dengan menghitung ulang setiap proses yang dilakukan. Karena hasil setiap proses perkalian ini perlu dihitung ulang agar yakin kebenarannya.






Saya : maaf pak kalau saya boleh ambil kesimpulan
  1. HAPAL HURUF memungkinkan seseorang dapat menulis dengan LANCAR tapi HAPAL PERKALIAN dan PENJUMLAHAN belum dapat dipastikan seseorang dapat berhitung dengan LANCAR
  2. Proses berhitung dan menulis berbeda walaupun semua huruf dan hasil perhitungan sudah mencapai tingkatan memori atau hapal.
  3. Kita perlu menghitung ulang dalam memeriksa hasil suatu perhitungan perkalian walaupun kita hapal semua hasil perkalian. Sedangkan kita cukup dengan membaca untuk meyakinkan bahwa tulisan tersebut benar.
Pakar : ???????????
Terimakasih telah membacanya
Semoga dengan cerita ini dapat mengilhami bahwa cara berhitung perkalian selama ini baru sebatas benar hasilnya tapi belum benar caranya

KAJI ULANG POLA PERKALIAN 2 DIGIT / LEBIH

KAJI ULANG POLA PERKALIAN BERSUSUN KONVENSIONAL


Perkalian berususun pada prinsipnya memiliki bentuk pola yang khas, Bersifat general (untuk bilangan berapa pun) Baik pada perkalian 2 digit, 3, 4, 5 bahkan berapapun digit yang akan di kalikan selalu dimulai dari satuan kali satuan dan diakhiri dengan angka yang menempati posisi bilangan terbesar.
Tapi mudahkah pola tersebut digunakan sebagai cara berhitung perkalian ?

Pada saat diminta menyelesaikan perkalian yang melibatkan 2 digit angka atau lebih seperti 84 x 67 atau 3 digit angka 867 x 394. Saat itu juga timbul perasaan malas atau jika harus melakukan secara manual. Alat bantu hitung akan menjadi suatu pilihan utama dibandikan harus menyelesaikannya secara manual. Lebih cepat dan teruji kebenarannya.

Mengapa kita enggan menyelesaikan perkalian tersebut secara manual. Mungkin salah satunya adalah proses berpikir pada setiap langkah pada pola secara simultan atau berkelanjutan menjadi suatu alasan
Bandingkan ketika kita diminta untuk menulis suatu kalimat sederhana. Tanpa merasa terbebani menulis langsung secara manual. Menulis menjadi pilihan utama dibandingkan harus mengetik. Proses merangkai dan meletakan huruf satu persatu sampai berakhir menjadi suatu kalimat yang diminta. Praktis dan sederhana.

Terdapat perbedaan dalam proses penyelesaian antara berhitung dan menulis. Ya memang sampai saat ini sebagian besar menggangap bahwa berhitung dan menulis adalah 2 hal yang berbeda. Proses menulis suatu kalimat dengan lebih lancar di mungkinkan karena semua huruf yang akan dituliskan telah mencapai tingkatan memori (hapal secara bentuk dan mampu menampilkannya) serta pengetahuan untuk meletakan masing-masing huruf yang akan dituliskan. Berbeda dengan berhitung walaupun kita sudah memiliki tingkatan memori akan semua hasil dari suatu perkalian tapi kita tidak dapat menuliskannya secara langsung setiap angka perkalian yang dihasilkan.

Adanya proses menyimpan, dan menjumlah dengan angka yang disimpan untuk setiap hasil perkalian. Pada setiap langkah pola penyelesaian ada dua perintah sekaligus yang harus dijalankan (tulis dan simpan). Proses perkalian serta penjumlahan sekaligus tentunya memberikan beban otak berpikir. Bandingkan dengan menulis, proses berpikir terjadi sebelum kata atau kalimat itu di rangkai atau ditulis. Berhenti hanya bila kata atau kalimat yang akan dituliskan telah selesai dituliskan. Berbeda sekali dengan berhitung perkalian 2 digit atau lebih selalu berhenti setiap menyelesaikan setiap langkah sebelumnya untuk berpikir menyelesaikan langkah pola selanjutnya.

  1. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Bukankah kita sudah mencapai tingkatan memori untuk setiap angka yang akan dikalikan.
  2. Dapatkah kita menjalankan proses menghitung seperti halnya proses menulis?

Berhitung yang mudah menjadi suatu keinginan dari setiap pengajar. Tapi pernahkah kita terbersit dalam pikiran kita.

  1. Apakah pola perkalian yang diajarkan selama ini sudah merupakan cara yang termudah sehingga di bakukan untuk di ajarkan pada peserta didik ?
  2. Apakah pernah diujikan secara ilmiah serta teori apa yang mendukung pola perkalian tersebut sehingga layak untuk dijadikan cara menyelesaikan perkalian 2 digit atau lebih? (Kepada guru dan pembaca yang mengetahuinya saya berterimakasih atas jawabannya)
  3. Adakah pola lain yang bersifat general (untuk perkalian berapapun) dan memiliki keteraturan pola untuk berapapun banyaknya digit yang akan dikalikan (tak terbatas) yang lebih mudah ?

Untuk itu kita perlu mengkaji kembali kegiatan dari MENULIS dan BERHITUNG pada pola pekalian 2 digit atau lebih

Kegiatan menulis dan berhitung jika kita kembalikan pada teori Fungsi dan Cara otak (Robert Wallcot Sperry) penelitian yang beliau lakukan di tahun 1961 bahwa otak di bagi menjadi 2 bagian hemisfer kanan dan hemisfer kiri yang memiliki cara kerja yang berbeda. Atas penelitiannya beliau dianugrahkan hadiah Nobel pada tahun 1981. Dari penelitiannya diungkapkan bahwa menulis dan berhitung merupakan fungsi dari belahan otak kiri.




Untuk itu perlu sekali meninjau kembali bagaimana cara kerja otak kiri dalam menjalankan proses berhitung dan menulis. Cara kerja otak kiri yang bersifat linear, teratur, urutan, tidak bercabang, menyelesaikan hal secara satu persatu berbeda dengan cara kerja otak kanan yang bercabang dan menyelesaikan hal secara holistik (keseluruhan).

Kegiatan menulis pada prosesnya sangat sesuai dengan cara kerja otak kiri tapi pada kegiatan berhitung cara kerja otak kanan lebih dominan nampak dalam setiap proses penyelesaiannya.

Setiap hasil perkalian dibuat dengan mencabangkan menuliskan suatu angka satuan dan menyimpan angka puluhan dari setiap angka yang dikalikan. Menyatukan setiap hasil perkalian dengan angka puluhan yang disimpan (menyatukan beberapa hal sekaligus).

 

 
Kesimpulan BERHITUNG itu FUNGSI OTAK KIRI mengapa menggunakan Cara bekerja OTAK KANAN

Untuk itulah perlu mengkaji ulang pola urutan pada perkalian 2 digit atau lebih yang diajarkan selama ini.



Catatan kecil dalam dunia berhitung
BERHITUNG SEPERTI MENULIS (SUPRIYADI) 0-8888-110-263