Rabu, 25 Mei 2016

Sudahkah Kita berhitung Sesuai Cara kerja Otak :



Sebuah Opini untuk Berdiskusi

Berhitung adalah salah satu cabang dari matematika yang mempelajari operasi penjumlahan, operasi pengurangan, operasi perkalian, dan operasi pembagian. Sedangkan kemampuan berhitung adalah kemampuan yang memerlukan penalaran dan keterampilan aljabar termasuk operasi hitung di dalamnya. 
Memiliki kemampuan berhitung merupakan prasyarat untuk mempelajari metematika. Kemampuan berhitung merupakan pondasi utama seorang anak untuk dapat mempelajari matematika. 

Selain itu kemampuan berhitung merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam kehidupan sehari-hari (life Skill), dapat dikatakan bahwa semua aktifitas kehidupan manusia memerlukan kemampuan ini.
Patut diketahui proses pengajaran berhitung sudah dimulai sejak dini sebelum anak mengenyam pendidikan secara formal (prasekolah), umumnya orangtua mengenalkan pelajaran berhitung kepada anak anaknya melalui sebuah lagu dengan visualisasi jari mereka (lagu satu-satu aku sayang ibu). Saat itu anak belajar konsep membilang. Selanjutnya di sekolah baik PAUD, TK anak-anak mulai diajarkan mengenal konsep jumlah dan berhitung konkret melalui benda ataupun gambar. Lalu pada saat sekolah dasar awal (kelas satu dan dua), anak mulai diajarkan konsep angka sebagai penganti jumlah dalam berhitung.

Pada saat itulah semua elemen pendidik berusaha menanamkan angka sebagai sebuah nilai pengganti dari sebuah jumlah. pada masa ini mereka mulai belajar mengenal angka, angka 2 untuk mengantikan 2 mangga dan 5 untuk mengantikan jumlah 5 mangga. Angka merupakan bentuk abstrak yang harus dipelajari anak didik untuk menunjang kemampuan berhitungnya kelak.

Saya memiliki pertanyaan mengelitik ketika anak yang sudah mengenal angka harus kembali belajar berhitung dengan alat bantu (benda maupun anggota tubuh) dalam berhitung dalam upaya meningkatkan kemampuannya dalam berhitung. Jika kita sudah mengajarkan ANGKA pada siswa berarti kita sudah memberikan suatu bentuk yang abstrak kepada otak mereka tentang jumlah.  

Dengan mengajarkan penggunaan alat sebagai media bantu dalam berhitung tentunya kita membawa kembali bentuk yang abstrak ke bentuk nyata. Jika kita mau telaah kembali, apakah yang dipelajari anak konsep jumlah atau hanya suatu simbol lain. Bukankah Angka adalah symbol universal yang  digunakan dalam berhitung dan matematika. Artinya anak mempelajari beberapa simbol yang akhirnya dikonversi kembali kedalam bentuk angka. Bukankah ini suatu langkah yang menghambat kemajuan siswa pada akhirnya. Anak mempelajari dua bentuk simbol dalam berhitung

Matematika sampai saat ini masih menjadi pelajaran yang sulit bagi sebagian besar anak. Hal ini sesuai dengan Riset PISA tahun 2012, Indonesia menduduki peringkat ke -64 dari 65 Negara dalam kemampuan matematika. Yang artinya hanya 1% anak Indonesia memiliki kecakapan dalam Matematika.

Jika kita mau mengkaji akar permasalahan mengapa anak sulit dalam mempelajari matematika, Salah satu faktor utamanya adalah karena tidak memiliki kemampuan dalam berhitung yang baik. Tanpa bermaksud menyalahkan siapapun ketika anak yang telah lulus sekolah dasar tidak mampu menjawab langsung sebuah pertanyaan 8 + 7 atau 8 x 7 itu berapa ?

Mari kita flash back bagaimana mengajaran berhitung selama ini ? Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini dapat mewakili mengapa anak sulit dalam mempelajari ilmu berhitung dari segi aspek metode dan cara yang digunakan dalam proses pengajaran.

  1.  Sudahkah anak merasa nyaman dalam mempelajari cara berhitung saat ini ?
  2. Apakah anak memiliki keyakinan akan setiap hasil yang telah ia hitung ? 
  3. Apakah dalam berhitung otak merasa terbebani
  4. Apakah cara berhitung yang dipelajari sudah mudah dan menyenangkan?

Kita adalah User dalam berhitung
Dalam pengajaran berhitung selama ini kita hanya di ajarkan suatu cara berhitung tanpa pernah bertanya mengapa ?
  1.  Mengapa dalam berhitung kita harus memulainya dari belakang sedangkan kita membaca dan menuliskan suatu bilangan dari depan.
  2. Teori apakah yang melandasi cara tersebut sehingga kita harus mengajarkan dengan cara tersebut.
  3. Apakah ada cara lain dalam berhitung selain yang diajarkan di sekolah pada umumnya ?
Mari kita kaji kembali dengan hati terbuka untuk menjawab pertanyan 1 dan 2. Jangan kita katakan dari dulu memang sudah begitu atau Sudah dari Sono-nya dalam menjawabnya. Selama ini dari Sekolah dasar hingga perguruan tinggi jika secara jujur kita tidak pernah di beri alasan mengapa kita harus berhitung menggunakan cara tersebut. Apalagi tahu akan teori yang melandasi cara berhitung tersebut. Sungguh suatu yang fatal jika proses mengajarkan ilmu berhitung hanya berdasar sebuah tradisi.

Cara tersebut bagi sebagian kalangan matematikawan masih dianggap susah dalam proses mempelajarinya. Sehingga mulai terdapat beberapa inovasi dalam cara berhitung. Mulai dari yang menggunakan alat atau tanpa alat. Jika kita mau membuka halaman google, kita akan dapatkan berbagai cara yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berhitung seperti Mental Math, Speed Math, Mental Aritmatik, Trancerberg, Vedic ataupun kombinasi dari cara cara tersebut.

Tapi sekali lagi ada suatu pertanyaan yang besar bagi saya. Mengapa? dan apa yang mendasari cara tersebut sehingga anak harus mempelajarinya untuk meningkatkan cara berhitung mereka selain Mudah, Gampang, Menyenagkan, Simpel dan praktis.  Dan mengapa cara tersebut jika memang baik dan mudah mengapa sekolah sebagai tempat anak belajar tidak menggunakannya sebagai pilihan dalam proses pengajaran.

Bukankah gampang, menyenangkan, simple dan praktis adalah sebuah hasil dari proses otak dalam berhitung. Sudahkah cara cara tersebut di kaji dari sisi cara kerja otak dalam berhitung ?

Baiklah sebelum saya menjelaskan metode yang akan saya perkenalkan. Lebih baik saya menjelaskan dulu Penelitian Roger Wolcott Sperry tentang otak dan teori otak dalam berhitung

Roger Wolcott Sperry (Hartford, 20 Agustus 1913 - 17 April 1994) ialah seorang neuropsikolog yang menemukan bahwa akal manusia terdiri atas 2 bagian. Ia menemukan bahwa otak memiliki fungsi yang terspesialisasi di sisi kiri dan kanan, dan kedua sisi itu dapat berfungsi praktis tanpa bergantung satu sama lain. Karya Sperry membantu pemetaan otak dan membuka seluruh bidang masalah psikologi dan filsafat. Sperry dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1981 bersama dengan David Hunter Hubel dan Torsten Nils Wiesel. (sb : Wikipedia Indonesia)

Sebagai hasil dari penelitian beliau kita mengenal tokoh-tokoh terkenal lainnya seperti GADNER dengan Multiple Intelegent dan Tony Buzan dengan Mind Mappingnya. Semua penelitian mereka mengacu akan hasil dari penelitian yang telah dilakukan Roger Wolcott Sperry yang menjelaskan bahwa otak memiliki fungsi yang terspesialisasi di sisi kiri dan kanan, dan kedua sisi itu dapat berfungsi praktis tanpa bergantung satu sama lain.

Untuk itu sebelum kita mempelajari suatu metode dalam berhitung adalah baik kita mempelajari fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung.
Matematika (berhitung), Menulis adalah bagian dari fungsi otak kiri dan cara bekerja otak kiri adalah linear, teratur, urut (menangani hal satu persatu) berbeda sekali dengan otak kanan yang berkerja secara acak tidak teratur, menangani hal banyak sekaligus (global). Sehingga timbul suatu pertanyaan kembali?

  1. Apakah kita dalam mengajarkan berhitung sudah sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung?
  2. Apakah metode berhitung yang ada selama ini sudah sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak dalam berhitung?

Sekedar mengingatkan, kita pernah mendapatkan istilah Lima di jari satu di otak ketika proses pembelajaran penjumlahan di masa kanak-kanak. Bukankah itu suatu bukti bahwa otak tidak mampu menerima dua instruksi sekaligus dalam satu waktu. Sehingga kita memerlukan bantuan jari dalam berhitung.
Cobalah menjumlahkan 567 + 765 berapa dan 567 x 879 itu berapa? Lakukan cara tersebut dengan menjumlah dan mengkali dari belakang. Apa yang otak anda rasakan saat ini. 
  • Apakah otak anda merasa terbebani? 
  • Bagaimana jika pertanyaan tersebut diajukan kepada siswa didik kita kelas 3 dan mulai belajar perhitungan tersebut. 
  • Bagaimana tingkat keberhasilan mereka? 
  • Apakah otak mereka akan terbebani? 

Ya perhitungan dari belakang selalu menyertakan dua instruksi atau lebih ke dalam otak secara simultan.
Kita saat ini selalu berangapan bahwa berhitung dan menulis adalah sesuatu yang berbeda dan terpisahkan. 

  • Bukankah berhitung dan menulis merupakan kesatuan dari fungsi otak kiri?
  • Bukankah Berhitung dan menulis memiliki cara kerja kerja yang sama ?

Cobalah Menulis “Aku ingin belajar berhitung lagi” . kita dengan mudah menuliskannya bukan. karena menulis kalimat tersebut tidak diperlukan kemampuan berpikir yang dalam. Kita tahu harus memulai dengan menuliskan huruf apa, lalu diikuti huruf apa hingga diakhiri dengan huruf apa untuk menjadi suatu kata, menguntai kata demi kata menjadi suatu kalimat. Dalam menulis terjalin koordinasi otak dan tangan, Otak memberikan instruksi secara simultan atau berkesinambungan huruf apa saja yang harus dituliskan satu demi satu untuk menjadi sebuah kata. Dan kita tahu tidak akan menuliskan huruf “K” sebelum menuliskan huruf “A” di awal kalimat karena kita sudah tahu letak dan posisi huruf yang akan dituliskan bukan? Otak sudah hapal semua bentuk huruf yang harus dituliskan dan memberikan instruksi ke tangan untuk menuliskannya. Terkesan mudah bukan. Yah karena otak sudah menyimpan semua bentuk huruf yang akan dituliskan.

Begitupun kita dalam berhitung jika sudah hapal penjumlahan dan perkalian satu angka dengan satu angka tentunya otak sudah menyimpan angka angka yang akan dihasilkan dari penjumlahan dan perkalian tersebut tinggal bagaimana kita menuliskan hasilnya dan menempatkan angka tersebut.

  • Mengapa kita harus memisahkan antara berhitung dan menulis menjadi sesuatu hal yang berbeda?
  • Mengapa kita tidak mencoba menjadikan kesatuan antara menulis dan berhitung?

Itulah yang mendasari metode yang saat ini coba saya hadirkan “BERHITUNG SEPERTI MENULIS”
Otak tidak memerlukan kemampuan berpikir yang dalam ketika berhitung tanpa memerlukan proses membayangkan (Visualisasi atau foto frame) cukup tulis dan tulis. Sebuah jawaban terbentuk di akhir tulisan.

Bagaimanakah proses berhitung yang sesuai dengan fungsi dan cara kerja otak melalui Metode Berhitung seperti Menulis ?

Dapaktkan semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas dengan mengikuti kegiatan :





Bottom of Form
Bottom of Form
Bottom of Form
Bottom of Form