Senin, 03 Oktober 2016

Konsep vs persepsi dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan

Konsep vs persepsi dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan


Di dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan 11 sd 20 terkenal istilah HITUNG MAJU dan HITUNG MUNDUR. Ketika menjumlahkan 9 + 8, maka 9 di mulut, 8 di jari lalu hitung maju, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17.

Dan 13 - 8, 13 di mulut, 8 di jari, lalu hitung mundur, 12, 11, 10, 9, 8, 7, 6, 5




Menghitung dengan menunjukan bendanya (jari yang ditekuk) merupakan proses membilang. Menghitung penjumlahan dan pengurangan dengan membilang sebagian adalah bentuk persepsi seorang guru dalam mengajarkan berhitung. Mudah dan jari sebagai alat bantu hitung dimiliki oleh setiap siswa normal.



Tapi sadarkah kita, bahwa kita telah mengabaikan kemampuan mereka akan penjumlahan dan pengurangan 1-10 yang tentunya telah kita ajarkan sebelumnya. Kemampuan penjumlahan 10+ dan pengurangan 1. Tidak dikaitkan dalam mengajarkan 9+8, bukankah mereka tahu jika 9+1 = 10 dan 8 -1 = 7 maka 10 +7 = 17. Anak dengan mudah menyebutkan hasil dari pengurangan 1 dan penjumlahan 10+ tanpa harus menghitung dengan jari mereka. Pola yang dibentuk oleh penjumlahan 10+ sudah pasti akan menghasilkan bilangan belasan.

Dan perlu diingatkan kembali pengalaman berhitung konkret (dengan benda nyata) 9 + 8, tidak dengan membilang sebagian, tapi cukup dengan mengambil 1 dari 8 lalu jumlahkan dengan 9. sehingga tampak 10 + 7. Hasilnya 17.

Tapi mengapa dalam prakteknya banyak guru di sekolah dasar melupakan konsep yang sudah jelas telah mereka ajarkan sebelumnya. Dan lebih mengunakan HITUNG MAJU dan HITUNG MUNDUR. Jika kita lihat kembali dalam buku panduan sekolah tidak di jelaskan keharusan untuk menggunakan teknik HITUNG MAJU dan HITUNG MUNDUR sebagai cara dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan 11 - 20.
Hanya berupa garis bilangan sebagai alat bantu untuk membuktikan. 9 + 7 artinya tujuh langkah setelah sembilan dan 13 - 8 artinya 8 langkah sebelum 13.

Penggunaan cara HITUNG MAJU dan HITUNG MUNDUR merupakan persepsi guru yang sekedar mengambil jalan pintas dalam proses pengajaran penjumlahan dan pengurangan 11-20.
Tapi sadarkah bahwa dampak buruk dari mengajarkan berhitung menggunakan jari pada kemampuan anak dalam berhitung. Kemampuan memori dalam berhitung tergantikan dengan penggunaan jari. Mereka tidak memiliki kemampuan abstrak dalam berhitung. Mereka tidak akan memperoleh keyakinan 9 +8 itu 17, sebelum menghitung sebagian jari mereka.

Berapa banyak anak yang telah duduk di kelas 5 bahkan lulus sekolah dasar yang masih menghitung menggunakan jari mereka hanya sekedar untuk menjawab 9 + 8 itu 17.
Hal itu berarti kita tidak mengajarkan konsep dalam berhitung. Dan kita telah melakukan proses pembiaran kepada mereka untuk menemukan konsepnya sendiri dalam berhitung. Sebab setelah mengajarkan HITUNG MAJU Dan HITUNG MUNDUR dengan menggunakan jari dalam proses berhitung nya. Kita tidak pernah mengajarkan bagaimana berhitung abstrak tanpa jari, baik itu di kelas 3, 4, 5 apalagi di kelas 6. Siswa sudah mempelajari matematika dengan perhitungan dan logika yang kompleks.

Jangan pernah mengajarkan berhitung menggunakan jari, jika kita tidak akan mengajarkan menghitung abstrak tanpa jari.
SEGERA BATASI PENGGUNAAN JARI DALAM BERHITUNG
Mari untuk berbagi, jika artikel ini dirasa bermanfaat

2 komentar:

  1. Teknik hitung pakai jari itu memang kurang tepat. Apalagi untuk penjumlahan 11-20. Keponakan kecil saya bingung karena jumlah jari dia tidak pas untuk hitung penjumlahan-pengurangan 11-20. XD

    BalasHapus
  2. Saya sudah coba cara mengajarkan penjumlahan-pengurangan 11-20 pakai media sedotan dan cukup berhasil. Tapi, untuk beberapa alasan masih ada kekurangannya. Apa ya solusi lain biar anak lebih gampang belajar penjumlahan-pengurangan 11-20 tanpa teknik hitung pakai jari dan media sedotan itu?

    BalasHapus