Pembelajaran berhitung dapat dimulai sejak dini bahkan sebelum anak diajarkan untuk membaca dan menulis.
Satu-satu aku
sayang ibu
Dua-dua aku sayang ayah
Tiga-tiga sayang adik kakak
satu dua tiga sayang semuanya
Lagu tersebut teramat populer dikalangan anak-anak indonesia. juga bagi orangtua yang memiliki anak balita.
Lagu tersebut selain mngajarkan kasih sayang juga mengenalkankan anak akan berhitung.
Sadar atau tidak saat itu kita sebagai orangtua mulai mulai mengajarkan berhitung pada anak kita. kita mulai menanamkan konsep jumlah dengan jari. Satu jari untuk jumlah satu, dua jari untuk jumlah dua dan tiga jari untuk jumlah tiga.
Seiring perkembangannya kemampuan anak dalam berhitung mulai dilatih dengan memahami jumlah dari jari mereka. Mulai dengan satu tangan yang berisi lima jari. satu, dua, tiga, empat, lima...... Kiss bye muaaah (dialog kecil ketika ayah pamit untuk bekerja). Hingga mereka mengenal jumlah jari pada ke dua tangan.
Pembelajaran berhitung menggunakan konsep jari sebagai bentuk jumlah yang nyata terus diajarkan hingga mereka mulai belajar menulis. Saat itu mereka mulai diajarkan mengenal huruf dan angka. Angka 1 untuk satu jari, angka 2 untuk dua jari dan seterusnya.
Pembelajaran jumlah selain dengan media jari menjadi lebih kompleks, beberapa peraga mulai diperkenalkan mulai dari benda, buah, manik-manik, lidi atau bahan lain yang dapat digunakan untuk mengajarkan konsep jumlah. selain itu mereka mulai belajar angka melalui gambar. Angka 1 untuk gambar satu mangga, angka dua untuk gambar dua mangga.
Setelah memahami tentang konsep jumlah anak mulai diajarkan berhitung tapi masih menggunakan benda atau gambar yang memuat jumlah. satu jari tambah dua jari atau 3 pensil tambah 2 pensil.
Memang saat itu kita mengajarkan kosep tentang angka sebagai pengganti jumlah. Angka adalah sesuatu yang abstrak. Mengenalkan angka berarti kita mengajarkan suatu bentuk yang nyata menjadi suatu bentuk yang abstrak. Yang perlu diperhatikan adalh proses pembuktian nyata dalam berhitung dasar. Anak harus memiliki keyakinan real sebagai bentuk abstrak yang akan disimpan dalam memori mereka. Pembuktian nyata dengan penggunaan benda benda seperti lidi atau stick es cream serta gambar yang ditampilkan serta dapat mereka hitung mutlak diperlukan dalam prosesnya menjumlah dan mengurang. Mereka yakin akan kebenaran 4 + 3 adalah 7 melalaui proses pembuktian berulang-ulang serta mereka yakin 7- 3 adalah 4.
Mempergunakan abacus dengan basis sepuluh merupakan pilihan tepat dalam proses mengajarkan penjumlahan berulang (perkalian) dan penguran berulang (pembagian). Anak perlu pembuktian bahwa 6 x 7 adalah 42 dan 42 : 7 = 6. Ini adalah pondasi yang harus diberikan dalam ilmu berhitung. Proses berhitung dengan pembuktian berlangsung hingga anak duduk di kelas 3 sekolah dasar.
Ketika anak sudah memiliki keyakinan akan ilmu berhitung dasar (penjumlahan satu angka dan perkalian satu angka maka saatnya mengajarkan letak posisi suatu angka pada bilangan. Nilai ribuan ratusan puluhan dan satuan serta nilai angka yang dihasilkan dari penjumlahan dan perkalian tersebut.
Penguasaan akan penempatan posisi dari perhitungan dasar menjadi indikasi bahwa anak tidak memerlukan kembali alat dalam berhitung. secara jenjang pendidikan berarti mulai kelas 4 SD anak harus benar-benar matang dan memiliki keyakinan dalam berhitung dasar.
Satu-satu aku
sayang ibu
Dua-dua aku sayang ayah
Tiga-tiga sayang adik kakak
satu dua tiga sayang semuanya
Lagu tersebut teramat populer dikalangan anak-anak indonesia. juga bagi orangtua yang memiliki anak balita.
Lagu tersebut selain mngajarkan kasih sayang juga mengenalkankan anak akan berhitung.
Sadar atau tidak saat itu kita sebagai orangtua mulai mulai mengajarkan berhitung pada anak kita. kita mulai menanamkan konsep jumlah dengan jari. Satu jari untuk jumlah satu, dua jari untuk jumlah dua dan tiga jari untuk jumlah tiga.
Seiring perkembangannya kemampuan anak dalam berhitung mulai dilatih dengan memahami jumlah dari jari mereka. Mulai dengan satu tangan yang berisi lima jari. satu, dua, tiga, empat, lima...... Kiss bye muaaah (dialog kecil ketika ayah pamit untuk bekerja). Hingga mereka mengenal jumlah jari pada ke dua tangan.
Pembelajaran berhitung menggunakan konsep jari sebagai bentuk jumlah yang nyata terus diajarkan hingga mereka mulai belajar menulis. Saat itu mereka mulai diajarkan mengenal huruf dan angka. Angka 1 untuk satu jari, angka 2 untuk dua jari dan seterusnya.
Pembelajaran jumlah selain dengan media jari menjadi lebih kompleks, beberapa peraga mulai diperkenalkan mulai dari benda, buah, manik-manik, lidi atau bahan lain yang dapat digunakan untuk mengajarkan konsep jumlah. selain itu mereka mulai belajar angka melalui gambar. Angka 1 untuk gambar satu mangga, angka dua untuk gambar dua mangga.
Setelah memahami tentang konsep jumlah anak mulai diajarkan berhitung tapi masih menggunakan benda atau gambar yang memuat jumlah. satu jari tambah dua jari atau 3 pensil tambah 2 pensil.
Memang saat itu kita mengajarkan kosep tentang angka sebagai pengganti jumlah. Angka adalah sesuatu yang abstrak. Mengenalkan angka berarti kita mengajarkan suatu bentuk yang nyata menjadi suatu bentuk yang abstrak. Yang perlu diperhatikan adalh proses pembuktian nyata dalam berhitung dasar. Anak harus memiliki keyakinan real sebagai bentuk abstrak yang akan disimpan dalam memori mereka. Pembuktian nyata dengan penggunaan benda benda seperti lidi atau stick es cream serta gambar yang ditampilkan serta dapat mereka hitung mutlak diperlukan dalam prosesnya menjumlah dan mengurang. Mereka yakin akan kebenaran 4 + 3 adalah 7 melalaui proses pembuktian berulang-ulang serta mereka yakin 7- 3 adalah 4.
Mempergunakan abacus dengan basis sepuluh merupakan pilihan tepat dalam proses mengajarkan penjumlahan berulang (perkalian) dan penguran berulang (pembagian). Anak perlu pembuktian bahwa 6 x 7 adalah 42 dan 42 : 7 = 6. Ini adalah pondasi yang harus diberikan dalam ilmu berhitung. Proses berhitung dengan pembuktian berlangsung hingga anak duduk di kelas 3 sekolah dasar.
Ketika anak sudah memiliki keyakinan akan ilmu berhitung dasar (penjumlahan satu angka dan perkalian satu angka maka saatnya mengajarkan letak posisi suatu angka pada bilangan. Nilai ribuan ratusan puluhan dan satuan serta nilai angka yang dihasilkan dari penjumlahan dan perkalian tersebut.
Penguasaan akan penempatan posisi dari perhitungan dasar menjadi indikasi bahwa anak tidak memerlukan kembali alat dalam berhitung. secara jenjang pendidikan berarti mulai kelas 4 SD anak harus benar-benar matang dan memiliki keyakinan dalam berhitung dasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar