Penggunaan jari dalam berhitung memudahkan anak untuk memahami nilai
suatu jumlah sebelum mereka memahami angka angka sebagai bentuk jumlah
yang abstrak. Jari dalam penggunaannya dalam berhitung dapat digunakan
untuk mengenalkan arti jumlah
yang real dari satu sampai sepuluh.
Hampir
semua orang tua pernah mengajari anaknya berhitung dengan menggunakan
jari sebagai alat peraganya. Mudah kertersediaannya bagi anak dan orang
tua.
Sadarkah kita dalam mengajarkan berhitung menggunakan jari
kita membuat kesepakatan kepada anak kita dalam berhitung jumlah. Hanya
jari yang berdiri saja yang dihitung, sedangkan jari yang ditekuk tidak
dihitung. Inilah yang saya sebut berhitung jumlah dengan suatu
kesepakatan sama seperti halnya kita mengajarkan berhitung dengan
menggunakan manik-manik basis 10.
Manik-manik yang dihitung hanya yang
berada disebelah kiri sedangkan yang sebelah kanan tidak dihitung. Dari
dua alat peraga tersebut anak masih dapat menghitung jumlah real dari
satu sampai sembilan. Tapi terkadang banyak orang tua tidak sadar ketika
membiarkan anak mereka mengikuti pelatihan cara berhitung yang jari
dengan suatu kesepakatan berbeda dari kesepakatan sebelumnya. Sembilan
digambarkan dengan 5 jari dalam satu tangan aja yang berdiri sedangkan
yang berdiri atau hanya ibu jari saja yang berdiri yang lainnya ditekuk.
Yah memang ada beberapa cara berhitung dengan jari sebagai alat
bantunya dan tentunya kesepakatan yang berbeda dalam penggunaan jari
ketika berhitung.
Disinilah permasalahan yang akan terjadi. Anak
akan memiliki kesepakatan yang berbeda dengan orang tuanya. Lima bagi
orangtua belum tentu lima bagi anak bisa jadi itu berarti sembilan.
Sejak saat ini orangtua akan memiliki batasan dalam mengajarkan anaknya ketika belajar berhitung.
Penggunaan jari dalam berhitung adalah awal anak memahami arti jumlah
sebelum di konversi ke dalam bentuk angka. Ketika lima jari dalam satu
tangan di artikan jumlah sembilan adalah sesuatu hal yang keliru. Karena
itu bukan lagi jumlah tapi simbol sama hanya angka (9), (IX) untuk
romawi. Mengapa kita harus mengajarkan dua simbol yang berbeda dalam
berhitung jika akhirnya kembali di konvers ke dalam bentuk angka.
Anak yang cenderung menggunakan jari dalam berhitung akan mengandalkan
jarinya dalam berhitung walaupun hanya di minta 56 + 89 ia akan
menggunakan jarinya untuk menghitung 6 + 9 lalu menuliskan haslnya lalu
kembali menggunakan jarinya untuk menentukan hasil 5 + 8. selalu
berhenti setiap kali berhitung, ada jeda waktu. Hal yang nampak lucu
jika dibandingkan anak yang tidak pernah mengikuti pelatihan jari. Anak
tersebut akan melepaskan alat tulisnya untuk memberikan keleluasaan
jarinya dalam berhitung. jika 567 +975 minimal ia kan melepaskan tiga
kali alat tulisnya dalam berhitung. apalagi dalam perkalian 567 x 975
berapa kali ia akan melepaskan alat tulisnya.
Penggunaan jari dalam berhitung jika tidak dibatasi pada akhirnya akan mematikan teknik mengingat mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar