Rabu, 04 Januari 2017

Mengajar berhitung di masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak

Mengajar berhitung di masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak

Penting bagi orangtua dan guru untuk mengetahui apa itu masa peralihan berhitung konkret menuju abstrak. Pada saat anak telah memiliki kemampuan berhitung secara konkret baik secara korespondensi satu-satu (membilang dengan menyentuh/menunjuk bendanya satu persatu) ataupun dengan membilang sebagian dalam proses berhitung 1 - 10. Itulah masa berhitung konkret berakhir dan dimulainya masa berhitung secara abstrak.

Bagaimana cara mengajarkan cara berhitung pada masa peralihan agar anak dapat mencapai kemampuan berhitung abstrak?

Beberapa cara mengajarkan berhitung pada masa peralihan :

1. Menjadikan anak sebagai menghapal
Cara ini lebih banyak diterapkan dalam sistem pengajaran sebelum tahun 1990, anak diminta untuk menghapal hasil-hasil perhitungan bilangan. Cara ini umumnya disertai reward dan punishment. Hadiah berupa nilai yang baik bagi yang hapal dan hukuman bagi yang tidak hapal.
Saya merupakan produk zaman tersebut dan masih tahu bagaimana rasanya berdiri satu kaki karena tidak hapal perkalian.

Motivasi mempelajari cara cara berhitung adalah agar tidak sampai dihukum dan berdiri di depan kelas. Istilah sampai mulut berbusa ketika berlatih menghapal.
Cara ini sekarang tidak lagi diterapkan, hal ini dianggap pelanggaran HAM bagi anak, karena merupakan bully dengan mempermalukan siswa yang tidak hapal. Walaupun dapat juga menjadi kebanggaan bagi siswa yang hapal.

2. Menggunakan alat bantu berhitung
Cara ini adalah upaya tetap mengajarkan anak dengan tetap berhitung secara konkret dalam berhitung. Cara berhitung menggunakan jari dan manik manik mulai mengajarkan simbol dan aturan dalam proses Berhitungnya. Lima jari terbuka bukan berarti berjumlah 5 bisa juga itu artinya 9, hal ini tergantung dari metode jari yang digunakan. 5 manik dalam satu baris dapat memiliki nilai jumlah 1 sampai 9, hal ini perlu dilihat dari bentuk susunan manik tersebut.

Dalam prosesnya anak tetap dilatih berhitung sebagian dalam menjumlahkan dan proses pengurangan, sedangkan dalam operasi perkalian merupakan proses aljabar yang dikonkretkan
Membiarkan anak tetap berada pada kemampuan konkret. Anak tidak pernah merasa yakin akan hasil perhitungan sebelum menggunakan jari atau manik manik dalam berhitung

Hal ini tentunya sangat bertentangan dalam usaha mencapai kemampuan abstrak pada anak dalam berhitung
KEMAMPUAN ABSTRAK TIDAK AKAN DI DAPAT DENGAN MELATIH SECARA KONKRET

3. Pembiasaan latihan soal

Memberikan soal soal berhitung secara kontinyu setiap hari atau PR BERHITUNG TIAP HARI diupayakan anak hapal perhitungan dasar karena sudah terbiasa.

Cara ini bisa saja diterapkan bagi anak yang suka pelajaran berhitung tetapi dapat juga menjadi trauma psikis terhadap pelajaran tersebut bagi anak yang tidak mampu.

Dalam latihan terjadi proses pembiasaan yang berharap anak dapat menemukan konsepnya sendiri untuk berhitung yang lebih mudah menurut pandangan si anak.

4. Menggunakan logika sederhana

Mengajarkan berhitung untuk mendapatkan hasil proses perhitungan dengan melibatkan kemampuan yang telah dimiliki anak sebelumnya serta melatih logika dalam proses penyelesaian berhitungnya. Teknik mengingat secara abstrak menjadi pusat untuk mengembangkan kemampuan berhitung abstrak. Penelitian medical university Los Angeles mengatakan :. Kemampuan berhitung dan matematika akan di dapat dengan melatih kemampuan mengingatnya

Dari keempat cara tersebut, maka kita harus dapat menentukan secara bijak mana yang akan kita pilih dalam mengajarkan cara berhitung pada masa peralihan agar tercapai kemampuan berhitung abstrak pada anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar